Skip to main content

Kronologi dan Duduk Perkara Kasus SM

Pada tulisan ini, saya Syarif Maulana, akan menjabarkan kronologi selengkap-lengkapnya tentang segala proses berkaitan dengan kasus dugaan kekerasan seksual yang dituduhkan pada saya tanggal 9 Mei 2024 di media sosial X. Tuduhan tersebut menjadi viral dan menyebabkan saya dipecat dari berbagai institusi, tulisan-tulisan diturunkan dari berbagai media, buku-buku dicabut dari penerbitan, dan dikucilkan dari berbagai komunitas filsafat, termasuk komunitas yang saya bangun sendiri, Kelas Isolasi.  Penulisan kronologi ini dilakukan dalam rangka menjelaskan duduk perkara dan perkembangan kasus ini pada publik berdasarkan catatan dan dokumentasi yang saya kumpulkan.  Tuduhan kekerasan seksual (selanjutnya akan disingkat KS) kepada saya dimulai pada tanggal 9 Mei 2024, dipicu oleh cuitan dari akun @flutuarsujet yang menuliskan “... katanya dia pelaku KS waktu di Tel**m, korbannya ada lima orang …”. Kata “Tel**m” tersebut kemungkinan besar mengacu pada Telkom University, tempat saya bekerja seb

Belajar dari Hidup Seneca: Bolehkah Filsuf Sekaligus Orang Kaya?

Bunuh Diri Seneca (1871) karya Manuel Dominguez Sanchez diambil dari sini.

Seneca (4 SM - 65) adalah pemikir Romawi yang juga sekaligus penasihat dari Nero, kaisar Romawi yang terkenal tiran dan kejam. Seneca menulis sejumlah karya termasuk tragedi Medea, Thyestes, dan Phaedra, serta pemikiran filosofi yang beberapa diantaranya dituangkan ke dalam buku berjudul Naturales Quaestiones dan surat-surat berjudul Epistulae Morales ad Lucilium. Secara garis besar, pemikiran Seneca adalah tentang stoisisme, suatu aliran pemikiran yang mengajarkan untuk berjarak dari "keinginan", "kehendak", dan "kecenderungan" sebagai cara untuk mencapai ketenangan batin dalam tujuannya mencapai kebahagiaan (eudaimonia). Orang-orang stoik biasanya cenderung tenang, bahkan dingin - seperti tidak memiliki emosi - sebagai cara mereka untuk tidak terlalu terlibat secara berlebihan dengan hidup.

Namun di sisi lain, Seneca adalah orang dengan kekayaan berlimpah. Ia mempunyai lima ratus meja dengan kaki yang terbuat dari gading, suka meminjamkan uang dengan bunga besar, dan berinvestasi pada sejumlah tanah. Seneca sering disebut sebagai salah satu orang paling kaya di generasinya, dan ini dimungkinkan sebagai upahnya menjadi penasihat Nero selama delapan tahun.

Selama hidupnya, Seneca dianggap sebagai orang dengan hidup paradoks. Filsafat-filsafatnya mengajarkan kesederhanaan cara berpikir dengan menekan berbagai keinginan, tapi di sisi lain, pemikirannya ditujukan untuk melanggengkan tirani. Bagaimana Seneca menyikapi paradoks ini?

Seneca sendiri akhirnya mati atas titah Nero. Ia dianggap sebagai bagian dari komplotan yang hendak menjatuhkan Nero, sehingga dihukum mati dengan cara memotong nadinya sendiri sampai kehabisan darah. Sebelum mati, Nero menuliskan pertentangan batinnya, dalam surat kepada sahabatnya Lucilius Junior. Beberapa potong kalimatnya isinya adalah sebagai berikut, "Hanya orang bijak yang bisa memainkan satu karakter ke karakter yang lain. Orang bijak seyogianya mengembangkan kebajikan, baik dalam kekayaan maupun kemiskinan. Dalam kondisi apapun, orang bijak akan selalu meninggalkan sesuatu yang berkesan."

Tulisan Seneca memang terdengar hanya apologia bagi pembaca yang sinis. Sikap Seneca merupakan sikap yang berbahaya dan selalu relevan terkait dengan cara berpikir yang pro-kekuasaan (terlebih yang tiran). Namun tetap masih bisa dipertanyakan: Apakah kebijaksanaan mesti identik dengan kemiskinan?

Apakah Nero tanpa Seneca (atau siapapun yang relevan dengan kehidupan sekarang), akan lebih baik perangainya, atau malah lebih buruk? Bolehkah filsuf adalah sekaligus orang kaya dan masih bisa tetap disebut sebagai orang bijak, sebagaimana Seneca mengatakan: hanya orang bijak yang bisa memainkan satu karakter ke karakter lainnya? Seneca mengajarkan kita, bahwa tidak selalu benar tentang hidup yang seperti kata WS Rendra: "Gagah dalam kemiskinan". Meski demikian, tidak semua dari kita bisa kuat berada dalam permainan macam Seneca. Beruntunglah Seneca masih ada yang mengharumkan namanya. Kebanyakan dari kita, jika bersikap seperti Seneca, akan hilang ditelan penghakiman sejarah.

Comments

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dalam Berbahasa  1

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k

Gin

GIN Gingin Gumilang pernah menjadi mahasiswa di kelas waktu saya masih mengajar di Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Saya lupa tahun berapa itu, mungkin sekitar tahun 2010 atau 2011. Gin, begitu dipanggilnya, duduk di pojokan, orangnya pendiam, tetapi saya tahu di kepalanya menyimpan banyak pemikiran. Suatu hari, saya mengumumkan di kelas bahwa akan ada konser gitar klasik di IFI Bandung dan tentu saja, saya hanya berbasa-basi saja, tidak berharap kalau mereka, yang umumnya kost di Jatinangor, akan datang ke Bandung hanya untuk menonton gitar klasik. Ternyata ada satu orang yang datang ke IFI, ya Gin itulah. Sejak itu saya terkesan. Rupanya wawasannya juga luas. Saya ingat ia tiba-tiba membicarakan Freud di kelas, di tengah mahasiswa-mahasiswa yang yah, duduk di sana hanya berharap bisa lulus saja, tanpa peduli ilmu apa yang didapat. Saya kemudian terpikir, rasanya tepat kalau Gin diajak bergaul lebih luas, keluar dari "sangkar" yang membuat