Pada tulisan ini, saya Syarif Maulana, akan menjabarkan kronologi selengkap-lengkapnya tentang segala proses berkaitan dengan kasus dugaan kekerasan seksual yang dituduhkan pada saya tanggal 9 Mei 2024 di media sosial X. Tuduhan tersebut menjadi viral dan menyebabkan saya dipecat dari berbagai institusi, tulisan-tulisan diturunkan dari berbagai media, buku-buku dicabut dari penerbitan, dan dikucilkan dari berbagai komunitas filsafat, termasuk komunitas yang saya bangun sendiri, Kelas Isolasi. Penulisan kronologi ini dilakukan dalam rangka menjelaskan duduk perkara dan perkembangan kasus ini pada publik berdasarkan catatan dan dokumentasi yang saya kumpulkan. Tuduhan kekerasan seksual (selanjutnya akan disingkat KS) kepada saya dimulai pada tanggal 9 Mei 2024, dipicu oleh cuitan dari akun @flutuarsujet yang menuliskan “... katanya dia pelaku KS waktu di Tel**m, korbannya ada lima orang …”. Kata “Tel**m” tersebut kemungkinan besar mengacu pada Telkom University, tempat saya bekerja seb
Kelas Isolasi adalah proyek yang dibuat oleh Al Nino Utomo, mahasiswa semester tujuh di Fakultas Filsafat, Universitas Katolik Parahyangan, dengan saya, yang diinisiasi di sebuah tempat di wilayah BKR, Bandung, pada 19 Maret 2020. Waktu itu idenya adalah kelas filsafat daring sebagai respons terhadap situasi pandemi yang mulai masuk ke Indonesia pada pertengahan bulan Maret 2020. Tidak banyak yang kami bicarakan saat itu, selain bahwa proyek ini harus segera dimulai, karena di tengah kepanikan orang di masa pandemi, kami harus membuat suatu kelas yang mungkin dapat mengalihkan orang dari kepanikan itu.
Kebetulan, saya memang sudah lama berpikir tentang kelas filsafat daring. Bahkan sudah pernah dengan lengkap membuat skemanya, hingga terpikir dinamai dengan "kelas insom". Mengapa "kelas insom"? Karena waktu belajarnya yang di atas jam sembilan, yang sedemikian rupa sehingga mereka yang mahasiswa kemudian menjadi telat untuk bangun pagi dan masuk kuliah. Tapi mereka tidak ketinggalan pelajaran, mereka tidak menjadi bodoh, karena sebenarnya mereka telat bangun pagi karena belajar di "kelas insom" di malam sebelumnya.
Sehingga memang, ide untuk membuat kelas daring ini bukan ide baru, meski eksekusinya terkesan buru-buru. Namun karena pernah dipikirkan sebelumnya, Kelas Isolasi, bagi saya, berjalan cukup baik, setidaknya sampai waktu saya menulis tulisan ini, yang sedang akan memasuki edisi ke-74 dan masih bertahan dalam hampir empat bulan. Dalam catatan data kami, Kelas Isolasi bahkan punya data hingga hampir tiga ribu peserta (per Juni, sekitar 2800-an) dari seluruh propinsi di Indonesia dan belasan negara lainnya. Bagi saya, dan mungkin juga bagi kami, ini kurang lebih menunjukkan bahwa sistem pengajaran ini berjalan dan peminat filsafat di luar sana banyak sekali - membuat kami bertanya-tanya, bahwa jangan-jangan selama ini memang banyak, tapi mereka tidak punya akses saja -.
Hingga hari ini, Kelas Isolasi didominasi oleh kelas yang diampu oleh Nino dan saya, dari mulai filsafat Yunani, epistemologi, eksistensialisme, metafisika, etika, sampai psikoanalisis. Namun dalam perjalanannya, Kelas Isolasi juga berhasil mengundang pembicara luar, yang beberapa diantaranya sudah memiliki reputasi tinggi seperti Budiman Sudjatmiko, Martin Suryajaya, Reza A. Wattimena, Soe Tjen Marching, Bhima Yudhistira, Erie Setiawan dan teman-teman yang juga sudah malang melintang berkiprah di bidangnya, seperti Deni Rachman (perbukuan), Adrian Benn (teknologi), Maradita Sutantio (fesyen), Jasiaman Damanik (logika), dan banyak lagi.
Kelas Isolasi, sebagaimana terlihat dari awal pembentukannya, tidak didanai oleh siapapun di luar dan hanya mengandalkan pemasukan dari penjualan materi berupa artikel, power point, dan audio rekaman kelas, serta sertifikat elektronik. Semua itu dijual di kisaran 10 - 25 ribu saja per materi. Kelasnya sendiri gratis dan kelihatannya akan selalu begitu. Diantara materi tersebut, paling sulit tentu saja membuat artikel. Nino dan saya cukup disibukkan dengan penulisan artikel sekitar dua sampai tiga halaman yang walaupun sedikit, tapi kami lakukan hampir setiap hari. Memang kalaupun tanpa artikel, para peserta sudah diuntungkan dengan kelas gratis dan materi dalam bentuk power point serta audio. Tapi saya katakan pada Nino, kalau tanpa artikel, maka kelas ini akan jadi kelas "bicara bebas" dan "ngalor ngidul" yang tidak ada beda dengan kelas pada umumnya yang mengatasnamakan "bincang santai". Untuk pembicaraan filsafat begini, diharapkan ada pertanggungjawaban ilmiah dan referensialnya, meski kecil-kecilan.
Lantas, bagaimana Kelas Isolasi ini ke depannya? Dengan hampir 2500 followers di Instagram dalam waktu kurang dari empat bulan, kelihatannya animo terhadap kelas ini masih baik - meskipun di beberapa tempat, aktivitas sudah mulai berjalan normal dan maka demikian jumlah peserta tidak sebanyak dulu, saat masih serba dikarantina -. Maka dari itu, kelihatannya kelas ini juga akan dilanjutkan sampai entah kapan, dengan frekuensi yang mungkin sedikit disesuaikan (jika pandemi sudah selesai, mungkin dua atau tiga kali seminggu saja cukup). Terpikir juga untuk melakukan lintas kanal seperti siaran di Youtube dan Podcast, tapi masih belum terealisasi karena sibuk menulis artikel :p.
Pandemi masih akan berlangsung lama di republik ini, dan maka itu kelihatannya Kelas Isolasi masih akan dilanjutkan. Menarik karena kami mengamati, bahwa kelas daring menciptakan kebebasan tertentu yang tidak ada di kelas filsafat luring. Misalnya, di kelas luring, ada semacam sikap malu, segan, khawatir pertanyaan kita konyol, pernyataan kita kurang berbobot, sementara itu, di kelas daring, hal-hal semacam itu luntur karena kita mengakses dari ruang masing-masing, bisa anonim, dan bisa melempar pertanyaan begitu saja tanpa khawatir (bisa saja pertanyaan tersebut konyol, tapi video bisa dimatikan, agar tidak malu). Dengan gerakan ini, semoga semakin banyak orang gemar berfilsafat, yang kemudian berdampak pada berkurangnya pernyataan konyol dan medioker di negeri ini. Amin.
Kelas Isolasi, sebagaimana terlihat dari awal pembentukannya, tidak didanai oleh siapapun di luar dan hanya mengandalkan pemasukan dari penjualan materi berupa artikel, power point, dan audio rekaman kelas, serta sertifikat elektronik. Semua itu dijual di kisaran 10 - 25 ribu saja per materi. Kelasnya sendiri gratis dan kelihatannya akan selalu begitu. Diantara materi tersebut, paling sulit tentu saja membuat artikel. Nino dan saya cukup disibukkan dengan penulisan artikel sekitar dua sampai tiga halaman yang walaupun sedikit, tapi kami lakukan hampir setiap hari. Memang kalaupun tanpa artikel, para peserta sudah diuntungkan dengan kelas gratis dan materi dalam bentuk power point serta audio. Tapi saya katakan pada Nino, kalau tanpa artikel, maka kelas ini akan jadi kelas "bicara bebas" dan "ngalor ngidul" yang tidak ada beda dengan kelas pada umumnya yang mengatasnamakan "bincang santai". Untuk pembicaraan filsafat begini, diharapkan ada pertanggungjawaban ilmiah dan referensialnya, meski kecil-kecilan.
Lantas, bagaimana Kelas Isolasi ini ke depannya? Dengan hampir 2500 followers di Instagram dalam waktu kurang dari empat bulan, kelihatannya animo terhadap kelas ini masih baik - meskipun di beberapa tempat, aktivitas sudah mulai berjalan normal dan maka demikian jumlah peserta tidak sebanyak dulu, saat masih serba dikarantina -. Maka dari itu, kelihatannya kelas ini juga akan dilanjutkan sampai entah kapan, dengan frekuensi yang mungkin sedikit disesuaikan (jika pandemi sudah selesai, mungkin dua atau tiga kali seminggu saja cukup). Terpikir juga untuk melakukan lintas kanal seperti siaran di Youtube dan Podcast, tapi masih belum terealisasi karena sibuk menulis artikel :p.
Pandemi masih akan berlangsung lama di republik ini, dan maka itu kelihatannya Kelas Isolasi masih akan dilanjutkan. Menarik karena kami mengamati, bahwa kelas daring menciptakan kebebasan tertentu yang tidak ada di kelas filsafat luring. Misalnya, di kelas luring, ada semacam sikap malu, segan, khawatir pertanyaan kita konyol, pernyataan kita kurang berbobot, sementara itu, di kelas daring, hal-hal semacam itu luntur karena kita mengakses dari ruang masing-masing, bisa anonim, dan bisa melempar pertanyaan begitu saja tanpa khawatir (bisa saja pertanyaan tersebut konyol, tapi video bisa dimatikan, agar tidak malu). Dengan gerakan ini, semoga semakin banyak orang gemar berfilsafat, yang kemudian berdampak pada berkurangnya pernyataan konyol dan medioker di negeri ini. Amin.
Comments
Post a Comment