Tetapi aku tidak tahu ternyata usia 38 itu terasanya seperti ini. Juga aku tidak tahu ternyata beginilah kehidupan sehari-hari sebagai pengajar, penulis, dan pengkaji filsafat. Begitupun bayanganku tentang mereka yang menginjak fase lansia. Mereka tidak tahu bahwa usia 70 itu rasanya seperti itu. Begitupun bayanganku tentang para koruptor saat tertangkap. Mereka tidak tahu bahwa menjadi koruptor yang tertangkap itu rasanya seperti itu. Kita lebih banyak tidak tahu tentang segala sesuatu, tidak tahu sampai benar-benar merasakannya. Berada di dalamnya . Bayanganku tentang masa tua adalah selalu ketakutan. Kecemasan karena kian dekat dengan kematian. Namun aku tidak tahu. Mungkin mereka malah bahagia. Buktinya banyak diantara mereka yang semakin bersemangat, kian giat berkarya, atau menjalani hari-hari yang santai tanpa ambisi selayaknya di masa muda. Aku tidak tahu rasanya menjadi mereka. Mereka sendirilah yang tahu rasanya bagaimana menjadi tua. Karena mereka ada di dalamnya . Tetapi
Mari akan kuceritakan sebuah malam. Malam dimana langit dan gemintang seperti biasanya menaungimu, tapi yang sekarang mereka lebih terang dari biasanya. Malam itu kami ada di pinggiran kolam renang. Kolam renang yang membentang dan membunyikan kecipak kecil tanda ia tersisir angin. Mari akan kuceritakan sebuah malam. Malam dimana denting gitar akustik menghidupkan kursi dan meja yang tadinya mati. Malam dimana denting gitar akustik menghidupkan denting sendok garpu yang tadinya tak lebih dari gemerincing pengganggu telinga.
Ini malam, malam panjang, sayang. Malam yang sama-sama dua belas jam, tapi hati ini tidur di bawah naungannya selamanya. Ini kisah kenisah tentang dua orang yang sedang tidak punya uang, tapi berada di restoran mewah untuk yang satu meminang satu lagi. Ini kisah kenisah tentang dua orang yang tidak punya apa-apa untuk kemudian akhirnya bergerak dari kursinya untuk meraih satu dua asa yang tergantung di hadapan. Ini kisah kenisah tentang lingkaran kecil di jari yang menandai cinta abadi. Cinta yang abadi bukan cinta yang sempurna, tapi ia hadir selama kehidupan masih terbentang. Ia berdiri ketika yang lain mati. Ketika jasad juga mati.
Ini malam ketika kami makan pizza gratis, minum teh gratis, dan kuingat kau mengeluh badanmu yang sakit. Tapi ini mahal, sayang, karena tidak ada cinta yang gratis. Cinta adalah bagaimana kau sanggup tawar menawar dengan tuhanmu. Karena ia maha pembalik hati manusia.
Hari ini hatimu sedang berbalik, menuju hal yang lebih baik. Aku disini mengingatkan tentang malam itu, ketika hatimu sedang juga baik. Mengingatkan tentang betapa dua insan pernah meminjam malam, langit, gemintang dan desir kolam, dari tuhan. Untuk sebentar, untuk sementara, untuk dikembalikan jua. Ya Tuhan, ijinkan kami meminjam itu lagi. Sewanya berapa, katakan saja, karena aku tak punya uang. Sudikah Tuan dibayar dengan hati yang busuk dan berdosa?
Comments
Post a Comment