Skip to main content

Pulih

  Jalan beberapa hari jaga, saya mulai bosan. Rasanya berat sekali menunggui dagangan yang pembelinya terhitung sedikit. Lebih menderita lagi jika melihat barang dagangan sebelah lebih ramai dibeli. Hal yang menjadi hiburan adalah menulis terus menerus, supaya tidak terlihat bengong. Supaya tidak mati gaya.  Beberapa hari yang lalu, pas hari awal-awal saya mulai jaga, tiba-tiba saya punya keberanian untuk posting foto di Instagram. Setelah itu mulai merambah ke Facebook, lalu mulai semangat untuk posting sejumlah story di Instagram, mulai dari tentang jalannya kasus sejauh ini sampai kegiatan sehari-hari. Entah keberanian dari mana, tiba-tiba saya mem-posting story tentang tulisan-tulisan yang diturunkan dari berbagai website. Saya menuliskan, "Siapa yang mau tulisan saya? Gratis, akan saya kirimkan via e-mail". Ternyata banyak juga yang menginginkan tulisan-tulisan itu, ada lebih dari 90 orang.  Kemudian saya terpikir untuk membuat grup lagi, bersama orang-orang yang bisa di

Imajinasi


Imajinasi mungkin bisa diduga sebagai kemampuan khas manusia. Imajinasi membuat kita mampu membayangkan hal-hal yang tidak ada di hadapan atau bahkan belum ada. Kita bisa mengimajinasikan bagaimana masa depan hidup bersama seseorang meski hal tersebut belum terjadi. Kita bisa mengimajinasikan kebahagiaan meski kebahagiaan itu belum dirasakan sekarang. Kita bisa mengimajinasikan Tuhan dan hidup setelah mati meskipun sebagian dari bayangan tersebut dibangun dari unsur-unsur yang pernah kita ketahui secara pasti: wujud Tuhan mungkin kita bayangkan sebagai cahaya yang besar (maka itu harus pernah melihat cahaya) dan kehidupan setelah mati kita bayangkan sebagai suatu tempat yang indah dengan sungai mengalir (maka itu harus pernah berada di sebuah tempat yang indah dan pernah melihat sungai mengalir). 

Imajinasi juga dapat berupa suatu kondisi masyarakat yang ideal. Misalnya, masyarakat yang setiap individunya tidak memiliki suatu properti pun secara pribadi karena semuanya dikelola bersama-sama. Atau bisa juga membayangkan masyarakat tanpa hierarki dan segala keputusan diambil secara kolektif berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat. Semua dimulai dari imajinasi dan disitulah tindakan-tindakan kita ditentukan. 

Saya belum tamat membaca Castoriadis, tetapi beberapa argumennya memantik beberapa pemikiran tentang imajinasi (yang karena belum tamatnya ini, bisa jadi saya salah mengartikan Castoriadis). Berbagai revolusi bisa jadi dimulai dari imajinasi. Revolusi Prancis misalnya, berangkat dari bayangan tentang masyarakat yang berhak menentukan kehendaknya sendiri tanpa harus tunduk pada absolutisme raja. Untuk mewujudkan imajinasinya itu, rakyat kemudian bergerak melakukan perubahan besar-besaran. Entah berapa banyak contoh lainnya terkait gerakan berbasis imajinasi, mulai dari imajinasi tentang masyarakat komunis hingga masyarakat primitivis. 

Hidup dalam bayangan bisa jadi sangat membahagiakan, meskipun kenyataan sulit dicapai. Kita bisa bahagia saat berupaya mewujudkan imajinasi tentang masyarakat komunis meski fakta hidup sehari-hari berada dalam kerangkeng kapitalisme. Kita bisa bahagia saat berupaya mewujudkan imajinasi tentang masyarakat egaliter dan inklusif meski sehari-hari berada dalam kuasa patriarki dan dominasi hegemoni lainnya. Kebahagiaan manusia, jangan-jangan, ada pada keberhasilan-keberhasilan mewujudkan hal-hal dalam imajinasinya. Hal ini termasuk dalam hal menjalani perintah agama, yang dilakukan karena memenuhi bayangan seseorang tentang Kebaikan versi Tuhan. Dalam kepatuhan-kepatuhan itu, dibayangkanlah pembalasan di surga, bahkan dibayangkan juga pembalasan di dunia. 

Pertanyaannya, bagaimana jika imajinasi itu terwujud secara riil, konkret? Lucunya, terkadang manusia takut dengan imajinasi yang berhasil direalisasikan! Mengapa? Karena apa yang terjadi seringkali berbeda dengan apa yang dibayangkan. Hal yang benar-benar terjadi biasanya menimbulkan konsekuensi-konsekuensi yang tak terduga. Misalnya, tidak terbayang sebelumnya bahwa imajinasi Hegel tentang masyarakat yang ideal etis ternyata menjadi pemicu munculnya kelas borjuis yang menguasai alat produksi. Saat imajinasi Hegel tersebut berhasil diwujudkan, orang-orang mulai membayangkan rupa masyarakat yang lain, bahkan ada juga yang membayangkan rupa masyarakat yang telah lampau - seperti sebagian orang kita hari ini yang mewacanakan imajinasi tentang masyarakat di era Orde Baru. 

Dari imajinasi ke imajinasi itulah masyarakat menyandarkan tindakannya dan mendefinisikan apa yang menjadi kebahagiaan versinya. Namun hal-hal tertentu menjadi membahagiakan jika tetap bermukim dalam imajinasi. Imajinasi yang terwujud, kadang, terlalu mengerikan.

Comments

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dalam Berbahasa  1

Gin

GIN Gingin Gumilang pernah menjadi mahasiswa di kelas waktu saya masih mengajar di Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Saya lupa tahun berapa itu, mungkin sekitar tahun 2010 atau 2011. Gin, begitu dipanggilnya, duduk di pojokan, orangnya pendiam, tetapi saya tahu di kepalanya menyimpan banyak pemikiran. Suatu hari, saya mengumumkan di kelas bahwa akan ada konser gitar klasik di IFI Bandung dan tentu saja, saya hanya berbasa-basi saja, tidak berharap kalau mereka, yang umumnya kost di Jatinangor, akan datang ke Bandung hanya untuk menonton gitar klasik. Ternyata ada satu orang yang datang ke IFI, ya Gin itulah. Sejak itu saya terkesan. Rupanya wawasannya juga luas. Saya ingat ia tiba-tiba membicarakan Freud di kelas, di tengah mahasiswa-mahasiswa yang yah, duduk di sana hanya berharap bisa lulus saja, tanpa peduli ilmu apa yang didapat. Saya kemudian terpikir, rasanya tepat kalau Gin diajak bergaul lebih luas, keluar dari "sangkar" yang membuat

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k