Tidak semua persoalan dapat dijawab dengan filsafat. Itu harus diakui. Ketidakmampuannya itu juga menjadi cibiran para mistikus yang menuding bahasa memang terbatas. Para mistikus ini melihat filsafat berputar-putar pada bahasa padahal ada hal-hal tertentu yang tak terjelaskan. Para mistikus memilih "diam", merenungkan dunia dengan penjelasan yang tidak berlebihan, supaya orang-orang lebih menghayati kehidupan dalam keheningan. Dampaknya, para mistikus ini bisa saja orang-orang yang tercerahkan, tetapi mereka tidak punya usaha keras untuk mencerahkan orang lain dengan semangat kesetaraan. Para mistikus kerap memperlakukan orang-orang yang "belum tercerahkan" sebagai orang-orang yang "tidak selevel".
Bagi saya, keterbatasan filsafat itulah justru kelebihannya. Filsafat tidak mampu, tetapi selalu berusaha. Filsafat ingin menerangkan dunia dengan bahasa yang memang tak mampu merangkum segala, tapi itulah sarana terbaik yang memperlakukan orang-orang secara setara (karena setiap orang menggunakan bahasa). Bahasa filsafat memang tidak semuanya mudah dimengerti, tetapi bagi sebagian orang mungkin itu lebih baik ketimbang mengatakan "nanti juga kamu ngerti", "jalani aja dulu" atau "penghayatan orang beda-beda".
Filsafat bukannya tidak percaya pada "yang mistik", tapi enggan untuk berhenti dengan mengatakannya sebagai "yang mistik" sehingga tak bisa diapa-apakan lagi. Melalui bahasa, filsafat mengurai "yang mistik" itu sehingga dapat dimasukkan ke dalam kerangka logika kita, yang maka itu bisa diotak-atik oleh setiap orang tanpa perlu "kemampuan khusus". Heidegger misalnya, ia bukannya tidak memiliki "dimensi mistikus", tetapi Heidegger berusaha sekuat tenaga mengungkapkannya, meski terkesan jadi rumit dan berputar-putar. Namun setidaknya ia tahu bahwa hanya lewat bahasa, orang tidak perlu menunggu untuk menjadi mistikus.
Maka itu istilah metafisika dalam filsafat Barat bisa sangat berbeda dari pemahaman metafisika yang biasa dimunculkan dalam klenik, meski sama-sama secara etimologis diartikan sebagai "di balik fisik". Metafisika-nya filsafat bukan klenik, karena kita bisa memikirkannya. Setiap orang, meskipun dia anak-anak, bisa diajak untuk memikirkan "hal yang membuat X menjadi X" tanpa perlu membicarakan hal-hal mistis, misalnya. Anak-anak bisa diajak ngobrol tentang "Apakah alam semesta ini terdiri dari satu unsur, dua unsur, atau banyak unsur?" ketimbang menyuruhnya untuk "Kamu belum paham, nanti saja" seperti yang biasa ditekankan oleh para mistikus.
Tiba-tiba ingat bagaimana guru filsafat saya, Bambang Q-Anees, membandingkan filsafat Barat dan filsafat Timur dalam sebuah ilustrasi yang sampai sekarang saya masih setuju, "Filsafat Barat menerangi orang lain, tapi dirinya sendiri tidak diterangi; filsafat Timur menerangi dirinya sendiri, tapi orang lain tidak diterangi." Begitulah perumpamaannya. Maka lebih indah bagi seseorang untuk memahami jalan mistikus untuk menerangi masing-masing, tetapi filsafat Barat baiknya juga dipelajari karena memiliki kekuatan dalam melakukan eksplanasi.
Comments
Post a Comment