Skip to main content

Tentang Kaum Intelektual dalam Pandangan Gramsci

  (Artikel diturunkan dari Bandung Bergerak) Nama Antonio Gramsci bukanlah nama yang terlalu asing dalam dunia pemikiran di Indonesia. Pandangannya tentang hegemoni kultural banyak digunakan untuk membaca beraneka pengaruh budaya yang ditanamkan oleh kelas yang lebih berkuasa ( ruling class ) sehingga diterima seolah-olah sebagai norma umum atau bahkan sesuatu yang “kodrati”.  Gramsci menulis sekitar tiga ribu halaman dalam kumpulan esai yang dijuduli Quaderni del carcere atau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Prison Notebooks . Gramsci memang menulis dari balik jeruji penjara. Sejak bulan November 1926 hingga meninggalnya tahun 1937, Gramsci berstatus sebagai tahanan politik akibat dikenal keras mengritik rezim fasisme Musollini. Gramsci, yang lahir tahun 1891 di Sardinia, Itali, meninggal dalam usia 46 tahun di Roma akibat kesehatannya yang terus merosot sejak ditahan.  Dalam The Prison Notebooks tersebut, ada sejumlah problem yang dituliskan oleh Gram...

Catatan Galau Seperempat Abad: Untuk KlabKlassik Tercinta

KlabKlassik akan berusia kelima tahun ini, tepatnya 9 Desember. Untuk itu, di usia seperempat abad ini, akan saya ucapkan terima kasih bagi tempat yang selalu membantu memanusiakan saya. KlabKlassik adalah komunitas terbuka yang siapapun boleh ikut. Ia non-profit, ia jauh dari komersil, dan Insya Allah segala uang yang masuk adalah untuk menghidupi perjalanan komunitas itu sendiri. Temanya memang musik klasik, tapi jika menggeluti komunitas ini lebih jauh, ternyata yang saya punguti justru jauh lebih kaya daripada itu.

KlabKlassik adalah tempat dimana saya menemukan diri saya sebagai manusia seutuhnya. Utuh dalam artian: Syarif yang tampil sebagai Syarif. Keseharian rutinitas yang cenderung materialistik sukses menjauhkan manusia dari totalitas dirinya sendiri. Waktu diukur dengan uang, keringat diukur dengan uang, bahkan tidur pun diukur dengan uang. Seketika kala kegiatan nongkrong bersama klab mau dengan tulus dijalani, ternyata ketahuan juga bahwa ada sesungguhnya dalam hidup ini, yang lebih berharga daripada uang. Yang lebih berharga dari waktu. Yang lebih berharga dari tidur. Yang, bisa dibilang, ternyata tak seluruhnya hal mesti "penting". "Bersiul itu pun tidak penting, tapi toh menyenangkan," demikian kata Goenawan Mohamad.

Isi kegiatan klab, jika mau objektif, tak lebih dari sekedar hura-hura. Kami berbincang, membahas, ketawa-ketiwi, kadang berbau analitik-akademis yang serius tapi diseringi candaan. Tak pernah ada satu kurikulum atau aturan yang terlampau berat mengikat. Jam berkumpul pun sangat lentur dan tidak ada pengumuman yang sifatnya menekan. Semua datang seenaknya, dan tak ada yang disetrap karena keterlambatan. Barangkali yang beginilah, yang menjaga kemanusiaan manusia. Bahwa pada dasarnya manusia memang bisa dan harus diikat oleh sesuatu (jam kerja, jam tidur, norma-norma). Tapi ada kalanya ia dilepaskan seenaknya, mempunyai momen dimana tali kekang tak mengendalikannya. Di klab jua ada norma, tapi sebatas bahwa kita menjaga perasaan sesama. Tak saling menghina, tak saling menghujat, itu adalah harus dijunjung dimanapun berada. Namun sisanya kau adalah manusia yang menghirup kebebasannya barang sejenak saja dari seminggu yang penat.

Saya pernah ditanya, "Apa bedanya mendapatkan ilmu di klab dengan di kelas-kelas?" Lalu dijawab, "Di kelas, gurumu membawa 'lima', dan kau adalah 'nol'. Selesai belajar, kau membawa pulang 'lima'. Sedang di klab, andaikata ada lima orang, kita masing-masing membawa 'satu', dan 'satu' itu dibagi-bagikan sehingga masing-masing bisa sama-sama membawa 'lima'." Artinya apa, belajar di kelas dan nongkrong di klab, barangkali punya kadar ilmu yang setara. Hanya saja prosesnya berbeda. Di kelas kau akan dapati situasi dimana si guru dalam posisi serba-tahu yang harus kau patuhi. Sedang di klab kau dalam posisi memberi dan menerima yang sejajar dengan lainnya. Yang menentukan seberapa banyak pengetahuan yang kau dapat, adalah tentang seberapa banyak kau mau membuka telingamu untuk mendengarkan.

Secara spesifik, akan saya sebut beberapa contoh kepribadian yang telah memperkaya saya di klab. Yang telah sangat-sangat membantu saya menyadarkan bahwa dunia ini beragam adanya, keinginan untuk menyatukan dunia dalam satu konsep adalah konyol dan utopis belaka.
  • Tidak akan saya temukan di tempat lain kecuali di klab, orang yang mau hadir jauh-jauh dari Subang, hanya untuk duduk bersama kami ketawa-ketiwi belaka. Konon ia mengaku mau datang karena mendapatkan ilmu di tempat ini, tapi kenyataannya, kamilah yang mendapat pengajaran darinya, bahwa: jarak bukan alasanmu untuk malas mencari ilmu.
  • Tidak akan jua saya temukan di tempat lain kecuali di klab, orang yang menyadarkan bahwa klab bukan sekedar proyek duniawi belaka. Ia harus bersinggungan dengan situasi-situasi transenden yang menyejukkan. Seperti sedekah, silaturahmi, perbaikan akhlak, dan peduli sesama. Ketika konser-konser mulai padat, acara komunitas terlampau bikin stres, maka ada yang senantiasa mengingatkan, "Pada akhirnya, ujung segalanya adalah bagaimana kau menghargai orang lain sebagai manusia. Bukan kepentingan-kepentingan semu semata."
  • Tidak akan jua saya temukan di tempat lain kecuali di klab, orang yang mau berjuang, dari tadinya bicara pun malu-malu, sekarang sudah mampu merealisasikan dirinya dalam performa klasik yang menuntut keberanian. Yang membuat saya sadar, sesungguhnya jika kau tak bisa dikenang Guiness Book of World Records, atau Wikipedia, atau koran-koran lokal, maka kau sesungguhnya bisa cukup dikenang di hati seorang manusia. Cukup satu, tapi berarti selama-lamanya.
  • Tidak akan jua saya temukan di tempat lain kecuali di klab, seorang akademisi yang begitu cinta mati akan pengetahuan. Deklarasinya berani, bahwa ia tak akan mengambil sepeser pun dari ilmu yang ia bagikan. Ia percaya bahwa ilmu yang bermanfaat adalah pahala tiada putusnya. Baginya, membagikan ilmu adalah mengobati kehausan batinnya sendiri. Untungnya kami cukup paham dengan kerapkali mentraktirmu kopi.
  • Tidak akan jua saya temukan di tempat lain kecuali di klab, kebersamaan yang tulus dalam suka dan terutama duka. Bahwa sahabat sejati bukan ia yang ada ketika kita bahagia dan jaya, tapi juga kala butuh dan jatuh. Ukuran-ukuran hubungan bukan lagi berdasarkan acara-acara konser yang digelar periodik, tapi di luar itu kita rajin berjumpa. Membicarakan kehidupan, membicarakan cinta, membicarakan tuhan, kebenaran, atau apa-apa yang kau tak dapatkan dalam kehidupan praktis disana.
  • Tidak akan jua saya temukan di tempat lain kecuali di klab, kesan yang selalu tertinggal dimanapun ia berada. Ada di Amerika, ada di Italia, ada di Jakarta, ataupun sibuk entah kemana, bahwa selamanya mereka dengan pancaran cintanya, turut membesarkan klab dari kejauhan. Semoga pancaran cinta klab pun sampai pada kalian yang sudah berjauhan. Insya Allah.
Masih banyak lagi keunikan yang mustahil terspesifikasikan. Ini belum termasuk para punggawa yang bersama-sama menanggung duka komunitas ini dengan gembira. Sesungguhnya cita-cita saya kali ini sederhana saja: Bahwa KlabKlassik seyogianya adalah rumah bagi mereka yang mau berteduh. Dan sebaik-baiknya rumah, bagi saya, adalah tempat dimana kau bisa berteriak seenaknya, menjadi dan menjadilah dirimu sendiri. Ketika penghuni rumah yang lain terganggu, tinggal minta maaf dan kalian bisa bergurau kembali.

Terima kasih KlabKlassik.



Comments

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dal...

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k...

Honest Review

Istilah " honest review " atau "ulasan jujur/ apa adanya" adalah demikian adanya: ulasan dari seseorang (hampir pasti netizen dalam konteks ini) tentang suatu produk entah itu kuliner, buku/ tulisan, film, dan lain-lain, yang disampaikan secara "jujur". Hal yang umumnya terjadi, "jujur" ini lebih condong pada "kalau jelek bilang jelek" atau semacam "kenyataan pahit". Sebagai contoh, jika saya menganggap sebuah rasa sebuah makanan di restoran A itu buruk, saya akan mengklaim diri saya telah melakukan " honest review " jika kemudian dalam membuat ulasan, benar-benar mengatakan bahwa makanan tersebut rasanya buruk. Mengatakan bahwa sebuah makanan itu enak dan memang benar-benar enak, memang juga semacam " honest review ", tapi biasanya bisa dicurigai sebagai bentuk dukungan, promosi, atau endorsement . Jadi, saat seorang pengulas berani mengatakan bahwa makanan ini "tidak enak", fenomena semacam itu ...