Skip to main content

Kronologi dan Duduk Perkara Kasus SM

Pada tulisan ini, saya Syarif Maulana, akan menjabarkan kronologi selengkap-lengkapnya tentang segala proses berkaitan dengan kasus dugaan kekerasan seksual yang dituduhkan pada saya tanggal 9 Mei 2024 di media sosial X. Tuduhan tersebut menjadi viral dan menyebabkan saya dipecat dari berbagai institusi, tulisan-tulisan diturunkan dari berbagai media, buku-buku dicabut dari penerbitan, dan dikucilkan dari berbagai komunitas filsafat, termasuk komunitas yang saya bangun sendiri, Kelas Isolasi.  Penulisan kronologi ini dilakukan dalam rangka menjelaskan duduk perkara dan perkembangan kasus ini pada publik berdasarkan catatan dan dokumentasi yang saya kumpulkan.  Tuduhan kekerasan seksual (selanjutnya akan disingkat KS) kepada saya dimulai pada tanggal 9 Mei 2024, dipicu oleh cuitan dari akun @flutuarsujet yang menuliskan “... katanya dia pelaku KS waktu di Tel**m, korbannya ada lima orang …”. Kata “Tel**m” tersebut kemungkinan besar mengacu pada Telkom University, tempat saya bekerja seb

Dari Cipularang Menegur Marx

 
 
Saya merasa bahwa May Day ini momen yang tepat untuk memaparkan sekaligus memaknai kejadian aneh yang saya alami tanggal 27 Januari lalu. Tanpa firasat apa pun, saya berangkat ke Jakarta untuk menghadiri technical meeting pra-nikah. Pergi jam tujuh dengan harapan jam sepuluh bisa rendezvous di kawasan Pancoran. Masuk pukul sembilan, tibalah momen itu, ketika mobil-mobil berhenti total di jalan tol. Saya melihat papan kilometer di pembatas jalan, tertulis KM 31. Tanda tersebut setidaknya menunjukkan posisi saya yang masih jauh dari pintu tol, sehingga  keberhentian ini pastilah disebabkan oleh sesuatu yang kurang lazim.
 
Yang menghambat saya, dan kami, mobil-mobil lainnya, adalah demonstrasi buruh. Demo ini termasuk spektakuler karena para buruh melakukan blokade besar di jalan tol Cipularang yang barangkali termasuk paling vital dalam urusan transportasi. Saya kira-kira hanya berjarak sepuluh mobil dari blokade. Artinya, lebih cepat lima atau sepuluh detik saja, mungkin saya akan sukses melampaui. Berikutnya adalah momen menanti dan menanti kapan blokade proletariat ini dibuka. Saya memanfaatkan waktu tunggu tersebut untuk mendekat, melihat seperti apa buruh menyuarakan tuntutannya. Total sepuluh jam lamanya kami tersandera.

Sepuluh jam itu, meski cukup melelahkan dan tidak dapat dipungkiri, menimbulkan rasa lapar yang sangat, saya memperoleh banyak pengalaman. Selain demo buruh, saya juga menyaksikan Muhaimin, menteri tenaga kerja, diturunkan via helikopter di tengah jalan tol! Saya juga menyaksikan polwan cantik dari sebuah stasiun televisi yang sengaja meliput, plus solat Jumat berjamaah dari para buruh yang persis menjadikan jalan tol sebagai tempat sujudnya.
 
Ini menjadikan juga semacam renungan. Bukan tidak mungkin, dan bahkan hampir dapat dipastikan, pemikiran-pemikiran Marx mempunyai andil dalam memberikan kesadaran bagi para buruh untuk melawan ketika ditindas para pemilik modal. Bahkan gara-gara Marx lah, filsafat menemukan wilayah praksisnya, yaitu untuk merubah, memberi perlawanan, memberikan fundamen bagi perjuangan kelas. Marx, bagaimanapun, menjadi pemikir pertama yang mencurahkan pikirannya untuk melegitimasi kekuatan kaum buruh, disertai metode sangat mendetail bagaimana caranya buruh bisa keluar dari kesulitan bahkan menguasai balik dan memerintah. Lebih jauh, Marx mengatakan bahwa ketika proletariat dimanapun sudah berkuasa, maka negara-negara tidak diperlukan lagi. Boleh dihapuskan.

Tulisan ini bukan hendak memaparkan pemikiran Marx. Namun justru mau mempertanyakan sejauh mana pemikiran Marx masih relevan. Karena kondisi dunia hari ini sudah sedemikian mengalami perubahan jauh dibanding ketika Marx dulu hidup ratusan tahun lalu. Memang kemudian ada pemikir-pemikir pembaharu Marx (Neo-Marxis) yang menyadari bahwa sangat penting untuk menyesuaikan kembali pemikiran Marx dengan situasi yang lebih kontemporer. Namun agaknya saya juga tidak tertarik untuk membahas Neo-Marxis disini, saya cuma berupaya melakukan refleksi dari pengalaman pribadi kemarin:

  1. Kapitalisme sukses memecah buruh menjadi beragam dan berjarak satu sama lainnya. Misalnya, ada middle management yang kebingungan berada di tengah-tengah: Ia berada diantara bos dan anak buah. Ini menyulitkan posisinya dan juga menghambat para buruh untuk bersatu. Middle management pada hakikatnya juga buruh karena mereka bukan pemilik modal. Tapi kita sama-sama bisa membayangkan bahwa ia tidak akan sanggup berada di jalan tol bersama lautan massa karena ia sendiri tidak punya semacam kekecewaan yang sama pada para kapitalis. Hal semacam ini agaknya kurang diantisipasi Marx karena ia hanya menyatakan borjuis dan proletar adalah dua arus besar pertentangan kelas sepanjang sejarah. Ia lupa bahwa masyarakat hari ini punya lebih banyak diantaranya: Bukan borjuis, bukan proletar.
  2. Kapitalisme sukses mematahkan nilai-nilai heroisme perjuangan kaum proletar. Melihatnya semata-mata sebagai kerusuhan alih-alih pengubah nilai-nilai fundamental. Ini pengaruh media, tentu saja, yang barangkali di era Marx belum sedemikian canggih. Media ini membentuk mindset khas kelas menengah: “Daripada demo mending kita lakukan aja yang kita bisa.” Biasanya media memberi kesan lebih tebal pada pemblokiran jalan daripada menelusuri darimana sebab-musabab demonstrasi tersebut. Kawan saya, Pirhot, mengatakan bahwa kelas menengah kerapkali lupa bahwa mereka menikmati juga apa yang sudah proletar perjuangkan lewat demo-demonya.
  3. Agaknya menjadi miris, ketika pemimpin demonstrasi menyuarakan tuntutannya secara heroik, beberapa kelompok buruh malah berfoto-foto dengan polwan. Ini menunjukkan keterpecahan internal yang dimungkinkan oleh kurangnya intelegensia atau kurang tertanamnya dasar-dasar ideologis. Jika banyak buruh berdemonstrasi oleh sebab alasan ikut-ikutan, maka jangan heran distraksi semacam polwan tadi bisa memecah buruh dengan mudah saja.
  4. Agama menjadi salah satu sorotan Marx, disebutnya sebagai candu yang bisa melemahkan kesadaran manusia akan ketertindasan dirinya. Ini menjadi perlu dipertanyakan justru ketika agama menjadi vitalitas yang mempersatukan. Solat Jumat bersama di jalan tol menjadi tambahan tenaga dan perekat solidaritas diantara mereka. Di Indonesia, pada umumnya, agama justru menjadi suatu elemen yang menghilangkan sekat-sekat, dan sangat cocok dijadikan doping untuk melawan sesuatu.
Pernyataan-pernyataan tersebut tiada maksud untuk mengritisi Marx yang pengaruh pemikirannya sudah sedemikian mengagumkan bagi dunia. Namun ketika saya melihat secara langsung proses demonstrasi dari jarak yang cukup, saya melihat beberapa lubang yang sepertinya mesti dijahit agar tidak tambah menganga. Bagi saya pribadi, pemikiran Marx masih penting dan harus selalu penting. Agar apa? Semata-mata agar kapitalisme duduk tidak nyaman di singgasana kekuasaannya. Ia harus sering diingatkan untuk minum obat agar tidak lupa siapa gerangan yang menjadikan dirinya kokoh di puncak sistem hari ini.

Selamat Hari Buruh Sedunia.
   

Comments

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dalam Berbahasa  1

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k

Gin

GIN Gingin Gumilang pernah menjadi mahasiswa di kelas waktu saya masih mengajar di Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Saya lupa tahun berapa itu, mungkin sekitar tahun 2010 atau 2011. Gin, begitu dipanggilnya, duduk di pojokan, orangnya pendiam, tetapi saya tahu di kepalanya menyimpan banyak pemikiran. Suatu hari, saya mengumumkan di kelas bahwa akan ada konser gitar klasik di IFI Bandung dan tentu saja, saya hanya berbasa-basi saja, tidak berharap kalau mereka, yang umumnya kost di Jatinangor, akan datang ke Bandung hanya untuk menonton gitar klasik. Ternyata ada satu orang yang datang ke IFI, ya Gin itulah. Sejak itu saya terkesan. Rupanya wawasannya juga luas. Saya ingat ia tiba-tiba membicarakan Freud di kelas, di tengah mahasiswa-mahasiswa yang yah, duduk di sana hanya berharap bisa lulus saja, tanpa peduli ilmu apa yang didapat. Saya kemudian terpikir, rasanya tepat kalau Gin diajak bergaul lebih luas, keluar dari "sangkar" yang membuat