Di akhir abad ke-19, diawali dari usaha pemisahan psikologi dari filsafat, muncul istilah Psychologismus-Streit atau "perselisihan psikologisme". Apa itu psikologisme? Psikologisme adalah pandangan bahwa segala konsep/ gagasan dalam filsafat (batasan pengetahuan, sistem logika, dan lain-lain) dapat ditarik penjelasannya pada pengalaman mental atau proses psikologis (Vrahimis, 2013: 9). Posisi psikologi yang kian mantap dengan penelitian empiriknya membuat filsafat mesti mendefinisikan kembali tugas dan posisinya: jika segala problem filsafat bisa direduksi pada aspek mental, masih adakah sesuatu yang disebut sebagai filsafat "murni"? Menariknya, perselisihan ini tidak hanya di ranah perdebatan intelektual, tapi juga terbawa-bawa hingga ke ranah politik. Pada tahun 1913, 107 filsuf, beberapa diantaranya adalah Edmund Husserl, Paul Natorp, Heinrich Rickert, Wilhelm Windelband, Alois Riehl, dan Rudolf Eucken menandatangani petisi yang menuntut menteri kebudayaan Jer
Ramadhan adalah tamu yang mengetuk sanubarimu sekali saja
Tapi ia duduk lama setelah kau bukakan pintunya
Ia berkunjung untuk membicarakan kesunyian
Hingga kau terlelap dan ia pergi tanpa pamit
Kau tidur karena asyik berbincang dengannya
Sampai lupa menyuguhi apa-apa
---
Kala terjaga kau bermunajat:
Jangan pergi
Tinggalah semalam lagi
Karena lebaran, emasmu terlalu berkilauan
Perakmu terlampau menawan
---
Ramadhan mendengarkanmu dalam rintik hujan malam Qadar
Bersama bulan dan bintang sesungguhnya Ia pun bermunajat:
Ya Rabb, ijinkan aku mencintai manusia
Seperti embun mencumbui dedaunan
Seperti oase merekah di padang gersang
Mereka tak butuh balasan atas tugasnya yang memang demikian
---
Manusia meratap cuma sejenak
Sedang Ramadhan merintih sepanjang malam
Ia cemburu pada Lebaran
Yang merebut hati hamba-Nya cuma dengan ketupat
Tapi ia duduk lama setelah kau bukakan pintunya
Ia berkunjung untuk membicarakan kesunyian
Hingga kau terlelap dan ia pergi tanpa pamit
Kau tidur karena asyik berbincang dengannya
Sampai lupa menyuguhi apa-apa
---
Kala terjaga kau bermunajat:
Jangan pergi
Tinggalah semalam lagi
Karena lebaran, emasmu terlalu berkilauan
Perakmu terlampau menawan
---
Ramadhan mendengarkanmu dalam rintik hujan malam Qadar
Bersama bulan dan bintang sesungguhnya Ia pun bermunajat:
Ya Rabb, ijinkan aku mencintai manusia
Seperti embun mencumbui dedaunan
Seperti oase merekah di padang gersang
Mereka tak butuh balasan atas tugasnya yang memang demikian
---
Manusia meratap cuma sejenak
Sedang Ramadhan merintih sepanjang malam
Ia cemburu pada Lebaran
Yang merebut hati hamba-Nya cuma dengan ketupat
Subhanallah, cantiknya..
ReplyDelete