Skip to main content

Tidak Tahu

Tetapi aku tidak tahu ternyata usia 38 itu terasanya seperti ini. Juga aku tidak tahu ternyata beginilah kehidupan sehari-hari sebagai pengajar, penulis, dan pengkaji filsafat. Begitupun bayanganku tentang mereka yang menginjak fase lansia. Mereka tidak tahu bahwa usia 70 itu rasanya seperti itu. Begitupun bayanganku tentang para koruptor saat tertangkap. Mereka tidak tahu bahwa menjadi koruptor yang tertangkap itu rasanya seperti itu. Kita lebih banyak tidak tahu tentang segala sesuatu, tidak tahu sampai benar-benar merasakannya. Berada di dalamnya .  Bayanganku tentang masa tua adalah selalu ketakutan. Kecemasan karena kian dekat dengan kematian. Namun aku tidak tahu. Mungkin mereka malah bahagia. Buktinya banyak diantara mereka yang semakin bersemangat, kian giat berkarya, atau menjalani hari-hari yang santai tanpa ambisi selayaknya di masa muda. Aku tidak tahu rasanya menjadi mereka. Mereka sendirilah yang tahu rasanya bagaimana menjadi tua. Karena mereka ada di dalamnya .  Tetapi

Orang Tua dan Anak Muda

 

Belakangan ini saya sering diberi visi tentang hubungan istimewa seorang tua dan seorang muda. Pertama ketika memoderasi sebuah bedah buku tulisan Andi Achdian (judulnya Sang Guru dan Secangkir Kopi) berisi percakapan ia dengan gurunya, seorang sejarawan legendaris, Ong Hok Ham. Saya terkesan dengan bagaimana Andi terkesan dengan gurunya. Tentu saja, sang guru, Ong, tidak serta merta mempunyai pribadi yang menyenangkan sepenuhnya. Terkadang Ong marah-marah, lain waktu meninggalkan Andi seorang diri di beranda rumahnya untuk tidur tanpa pamit. Namun apa yang disampaikan Ong nampak tidak ada satupun yang tersapu waktu. "Kritisisme, kritisisme," demikian pesan Ong pada Andi, tentang apa yang seharusnya dilakukan manusia. "Manusia itu, harus kritis," tambah Ong berulangkali.

Secara random, saya diingatkan pada hubungan orang tua dan anak muda yang sangat menarik dalam film Gran Torino (2008). Ini antara Walt Kowalski (Client Eastwood) dan Thao. Walt adalah veteran Perang Korea yang kesepian dan Thao adalah anak muda beretnik Hmong. Thao, yang menjadi pecundang di antara kawan-kawannya, diajari untuk berani dan bersikap maskulin oleh Walt. Meskipun Walt adalah pria tua yang keras kepala (terbukti dari beberapa kali ia mengusir pendeta yang memintanya berdoa), namun di hadapan Thao ia tidak bisa membohongi rasa sayangnya. Walt memberikan beberapa perkakas favoritnya semata-mata agar Thao punya kemampuan tukang untuk membekalinya kelak. Walt juga mengajak Thao ke tempat cukur, tempat Walt dan si tukang cukur bercakap-cakap dengan umpatan-umpatan kasar. Kata Walt, "Seperti inilah pria seharusnya berbicara."

Kemarin, hubungan sentimentil ini datang lagi. Hadir lewat film Scent of A Woman (1991) yang dibintangi oleh Al Pacino. Al Pacino berperan sebagai Letnan Kolonel (purnawirawan) Frank Slade yang kehilangan penglihatan dan tinggal di rumah keponakannya. Berhubung keponakannya sekeluarga hendak berlibur dan Kolonel enggan ikut, maka ia mempersilakan Charlie Simms (Chris O' Donnell), mahasiswa yang tengah mencari kerja sampingan untuk menemani Kolonel beberapa hari. Kolonel secara tiba-tiba mengajak Charlie ke New York, hal yang ia sebut sebagai, "Perjalanan yang memulai pendidikanmu." Kolonel kemudian baik secara langsung maupun tidak langsung, menunjukkan pada Charlie tentang kegairahan hidup. Wanita, anggur, tarian tango, dan berbagai fasilitas hotel yang seolah Kolonel mau menunjukkan pada Charlie, bahwa hidup tidak hanya tentang sekolah. Faktanya, inilah kehidupan sejati.

Ketiga contoh di atas, meskipun sama-sama berkonsep "Orang tua mewariskan sesuatu pada anak muda", tapi substansinya beragam. Namun bukan itu yang hendak dibahas, melainkan kenyataan bahwa pada dasarnya ada suatu perasaan keharusan dari orang tua untuk mewariskan sesuatu yang ia punya, pada kaum muda. Ketiga orang tua di atas: Ong, Walt, dan Kolonel, bukanlah orang tua yang mengalami suatu keramaian di masa tuanya. Mereka dihinggapi kesepian dan mempersiapkan akhir hidupnya nyaris dalam kesendirian. Dalam sisa-sisa waktu yang mereka punya, mereka barangkali menyadari bahwa jiwa mereka sesungguhnya masihlah sama seperti puluhan tahun sebelumnya. Tapi apa daya tubuh ini sudah renta dan biarkan tubuh yang lebih kokoh yang membawa semangat ini.

Pikiran saya tidak berloncatan lagi kesana kemari, ketika Bapak memanggil saya untuk duduk di meja makan. Bapak adalah pria tua yang bisa saya samakan dengan Ong, Walt, dan Kolonel. Ia pria tua yang sedang sibuk untuk mengumpulkan apa-apa saja yang bisa diwariskan pada orang muda yang dikenalnya. Seperti lazimnya pria tua juga, pribadi Bapak tidak selamanya enak. Ada saja temperamen meledak tiba-tiba, bermanja-manja, atau punya keinginan ini itu padahal saya sebagai anak muda saja dipenuhi kegiatan ini itu.

Pepatah orang tua pada anak muda barangkali tidak pernah terserap semua dalam memori ataupun perasaan. Namun saya merasa kata-kata Bapak mendagingi saya, tumbuh bersama tubuh saya, diserap oleh seluruh panca indera. Bapak adalah orang yang ketika saya kecil tidak pernah berhenti menyuguhkan musik jazz, pertunjukkan kesenian, serta butir-butir pemikiran mendalam yang waktu itu tak bisa saya pahami. Tapi ketika saya besar, saya punya sekop yang cukup kuat untuk menggali apa-apa yang pernah ia tanamkan dulu di seluruh panca indera saya. Orang tua sesungguhnya tidak pernah berbagi kebijaksaan, karena kebijaksanaan sejati tidak bisa dibagi-bagi. Orang tua memberikan pengetahuan tentang kebijaksanaan untuk lantas kebijaksanaan itu sendiri anak muda yang maju untuk mengarungi. Mencari.

Hari ini saya berbicara sebagai seorang muda, petualang penuh spirit. Nanti kelak saya menulis ini sebagai seorang tua, yang kakinya tak lagi kuat mendaki gunung, namun saya bisa berbicara tentang gunung tanpa mesti berada di puncaknya. "Sesungguhnya kebenaran sejati adalah pencarian kebenaran itu sendiri," demikian Bapak selalu berpesan berulang-ulang.


Comments

Popular posts from this blog

Tentang Live Instagram Dua Belas Jam

  Hari Minggu, 24 Juli kemarin, saya live Instagram hampir dua belas jam. Untuk apa? Pertama, mengumpulkan donasi untuk Kelas Isolasi yang kelihatannya tidak bisa lagi menggunakan cara-cara yang biasa-biasa (karena hasilnya selalu kurang memadai). Kedua, iseng saja: ingin tahu, selama ini saya belajar dan mengajar filsafat itu sudah “sampai mana” jika diukur dengan menggunakan jam. Putusan untuk mengudara dua belas jam tersebut tidak melalui persiapan matang, melainkan muncul begitu saja dari dua hari sebelumnya. Oh iya, materi yang saya bawakan adalah berkenaan dengan sejarah filsafat Barat. Keputusan tersebut membuat saya agak menyesal karena mesti menghabiskan hari Jumat dan Sabtu untuk baca-baca secara intens. Seperti yang sudah saya duga, belajar filsafat memang aneh: semakin dibaca, semakin menganga lubang-lubangnya. Awalnya, saya berniat untuk khusus membaca bagian Abad Pertengahan saja karena merasa pengetahuan saya paling lemah di bagian itu. Setelah lumayan membaca tipis-tip

Metafisika

Entah benar atau tidak, tapi boleh kita percaya agar pembahasan ini menjadi menyenangkan: Istilah metafisika terjadi oleh sebab sesuatu yang tidak sengaja. Ketika Aristoteles sedang menyusun buku-bukunya di rak, asistennya meletakkan buku yang berisi tentang segala sesuatu yang di luar kenyataan seperti prinsip pertama dan pengertian tentang ada (being qua being) setelah buku bertitel 'Fisika'. Atas ketidaksengajaan itulah, buku tersebut dinamai 'Metafisika'. 'Metafisika' berarti sesudah 'Fisika', yang memang secara harfiah betul-betul buku yang ditempatkan setelah buku 'Fisika' di rak Aristoteles. Istilah tersebut jadi terus menerus dipakai untuk menyebut segala sesuatu tentang yang di luar atau di belakang dunia fisik. Agak sulit untuk menjelaskan secara presisi tentang apa itu metafisika (tentu saja metafisika dalam arti istilah yang berkembang melampaui rak buku Aristoteles), maka itu alangkah baiknya kita simak beberapa contoh upaya untuk me

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dalam Berbahasa  1