Skip to main content

Kronologi dan Duduk Perkara Kasus SM

Pada tulisan ini, saya Syarif Maulana, akan menjabarkan kronologi selengkap-lengkapnya tentang segala proses berkaitan dengan kasus dugaan kekerasan seksual yang dituduhkan pada saya tanggal 9 Mei 2024 di media sosial X. Tuduhan tersebut menjadi viral dan menyebabkan saya dipecat dari berbagai institusi, tulisan-tulisan diturunkan dari berbagai media, buku-buku dicabut dari penerbitan, dan dikucilkan dari berbagai komunitas filsafat, termasuk komunitas yang saya bangun sendiri, Kelas Isolasi.  Penulisan kronologi ini dilakukan dalam rangka menjelaskan duduk perkara dan perkembangan kasus ini pada publik berdasarkan catatan dan dokumentasi yang saya kumpulkan.  Tuduhan kekerasan seksual (selanjutnya akan disingkat KS) kepada saya dimulai pada tanggal 9 Mei 2024, dipicu oleh cuitan dari akun @flutuarsujet yang menuliskan “... katanya dia pelaku KS waktu di Tel**m, korbannya ada lima orang …”. Kata “Tel**m” tersebut kemungkinan besar mengacu pada Telkom University, tempat saya bekerja seb

Kegaduhan


Sesekali, jika sedang luang, saya menonton pertandingan NBA. NBA selalu menarik. Tidak hanya tentang aksi dari para pemainnya, tetapi juga bagaimana pertandingan-pertandingannya kerap dikemas layaknya pertunjukan dengan teknik kamera yang "hidup". Bagi saya, NBA adalah "keberhasilan" kapitalisme. NBA bukan hanya berhasil menjual olahraga basket, tetapi juga membuat mutu basket di Amerika juga menjadi terdepan. Intinya, NBA bukan hanya menjual bungkus, citra, tetapi juga kualitas. 

Ada hal menarik dalam setiap pembukaan pertandingan NBA, yakni MC yang selalu meneriakkan, "Make some noise!" sebagai tanda bagi penonton untuk membuat keriuhan. MC tersebut juga akan memprovokasi penonton untuk meneriakkan "defense!" saat tim tuan rumah diserang, atau memprovokasi penonton untuk memberikan dukungan lebih gaduh jika dirasa tim tuan rumah sedang lesu atau justru tengah mengejar poin. Intinya, ada usaha membuat gaduh, membuat berisik keadaan. Supaya apa? Tentu saja supaya ramai, supaya kehadiran massa menjadi terasa. Namun hal ini bukan hanya terjadi pada NBA saja, melainkan pada hampir setiap kegiatan hiburan. MC manapun kerap meminta audiens untuk tepuk tangan dengan riuh. Lebih gaduh, lebih baik. 

Ada apa dengan kegaduhan? Mengapa orang senang dengan kegaduhan, terutama dalam konteks hiburan? Apakah dalam konteks hiburan, suasana gaduh menjadi dirindukan setelah sehari-harinya manusia berusaha mencari ketenangan? Karena mungkin, suasana gaduh yang tidak diharapkan, di sisi lain, adalah polusi, bahkan neraka. Orang stres dengan kegaduhan di jalanan dalam bentuk deru knalpot dan klakson mobil; orang stres dengan bunyi pembangunan gedung atau tetangga yang tertawa terbahak-bahak oleh topik yang tidak dipahami oleh orang yang merasa terganggu. Manusia senang dengan kegaduhan, selama berada dalam konteks yang sudah diantisipasi, selama ia sendiri yang menginginkannya. Yakni, hiburan itu. 

Namun jika hendak dicari-cari, mana yang lebih "kodrati" bagi manusia: kesunyian atau kegaduhan? Dalam kesunyian, seseorang bisa tetap merasa bising, setidaknya oleh pikirannya sendiri, oleh suara-suara yang muncul dari dalam diri. Dalam kesunyian, orang bisa mengingat apa saja, termasuk hal-hal yang menimbulkan kecemasan, seperti misalnya: kematian. Kematian adalah bayangan tentang kesunyian yang panjang. Hal yang jika direnung-renungkan, begitu menakutkan. Sementara dalam kegaduhan, orang menenggelamkan pikiran berlebihannya, ia disibukkan oleh perasaan terganggu, atau juga perasaan euforia. Dalam kegaduhan, orang-orang untuk sejenak mengabaikan hal-hal yang mencemaskan. Dalam kegaduhan: orang lupa akan mati. 

Dengan demikian, kegaduhan juga sekaligus representasi kehidupan, tentang hidup yang masih bersama-sama dengan yang lain. Karena seperti kata Pramoedya Ananta Toer dalam Bukan Pasar Malam, kita hidup beramai-ramai, tetapi mati sendiri-sendiri. Saat tahu bahwa dunia masih gaduh, kita tahu bahwa kita masih hidup. Kita, dalam arti tertentu juga, masih merayakan kehidupan.

Comments

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dalam Berbahasa  1

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k

Gin

GIN Gingin Gumilang pernah menjadi mahasiswa di kelas waktu saya masih mengajar di Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Saya lupa tahun berapa itu, mungkin sekitar tahun 2010 atau 2011. Gin, begitu dipanggilnya, duduk di pojokan, orangnya pendiam, tetapi saya tahu di kepalanya menyimpan banyak pemikiran. Suatu hari, saya mengumumkan di kelas bahwa akan ada konser gitar klasik di IFI Bandung dan tentu saja, saya hanya berbasa-basi saja, tidak berharap kalau mereka, yang umumnya kost di Jatinangor, akan datang ke Bandung hanya untuk menonton gitar klasik. Ternyata ada satu orang yang datang ke IFI, ya Gin itulah. Sejak itu saya terkesan. Rupanya wawasannya juga luas. Saya ingat ia tiba-tiba membicarakan Freud di kelas, di tengah mahasiswa-mahasiswa yang yah, duduk di sana hanya berharap bisa lulus saja, tanpa peduli ilmu apa yang didapat. Saya kemudian terpikir, rasanya tepat kalau Gin diajak bergaul lebih luas, keluar dari "sangkar" yang membuat