Maka metamorfosis roh menurut Nietzsche berakhir pada anak sebagai puncak, setelah sebelumnya menjadi unta dan singa. Apa maksudnya menjadi anak? Saya sering mencontohkan peristiwa banjir. Unta akan pasrah pada banjir, singa berusaha melawan banjir, sementara anak akan bermain dengan banjir itu. Seseorang yang telah mencapai tahap metamorfosis anak sebenarnya tak perlu ambil pusing tentang nasibnya: dia bisa jadi seorang pekerja kantoran yang dieksploitasi dari jam sembilan sampai jam lima, tetapi tak perlu capek-capek berontak atau berupaya melawan sistem. Dalam tahap metamorfosis anak, dia akan mampu menjalaninya dengan luwes seperti sebuah peran. Seperti sebuah permainan.
Dia tahu dia melakukannya demi uang, sehingga tak ada gunanya merasa terbebani (seperti seekor unta) atau berusaha mengubah tatanan (seperti seekor singa). Jalani saja seperti seorang aktor dalam pertunjukan, yang tengah memainkan peran sebagai "pekerja kantoran" dengan sebaik-baiknya. Setelah pertunjukan usai alias jam kerja selesai, apalagi gaji diterima, "si anak" bisa menjadi hal lain yang dia mau, dan bermain dengan peran-peran lain itu. Tak perlu pusing, karena seluruh kehidupan adalah taman bermain.
Bahkan dalam tingkat paling ekstrem, suatu penderitaan bisa dimainkan sebagai sebuah peran, menjadi si penderita itu, yang tak perlu terikat seutuhnya pada penderitaan, tetapi menganggapnya lebih seperti skrip yang perlu dijalani. Pertunjukkan penderitaan mungkin bisa berakhir, bisa juga tidak. Namun jika kita menikmatinya, mengapa harus cepat-cepat selesai?
Maka atas segala badai yang tengah saya alami dalam bulan-bulan belakangan, saya mendapat kata-kata bagus dari seorang teman - yang menggambarkan tahap metamorfosis anak-nya Nietzschean: "Kita bukan menjadi penakluk badai, melainkan menari dalam dan bersama badai." Maka itu lagu Badai Pasti Berlalu-nya Chrisye bisa kita ganti, jika memang kita tergolong sebagai penanti badai, untuk bisa bergelak tawa bersamanya: Badai Jangan Berlalu.
Comments
Post a Comment