Skip to main content

Spiritualitas dalam Joged Gemoy

  (Ini adalah teks Filtum [Filsafat Tujuh Menit] yang dibacakan pada live IG Kelas Isolasi, 12 Maret 2024) Ya, kita tahu siapa yang pasti menang pada pilpres tahun ini. Orang yang dalam kampanyenya mengandalkan suatu gerakan tari yang dilabeli sebagai joged gemoy. Meskipun cerita tentang ini sudah beredar luas, saya harus ulas sedikit tentang darimana asal usul joged gemoy ini berdasarkan pengakuan Prabowo sendiri dalam podcast Deddy Corbuzier. Menurut Prabowo, gaya joged tersebut terinspirasi dari joged spontan yang dilakukan kakeknya, Pak Margono. Usut punya usut, ternyata gaya tersebut masih ada kaitannya dengan kisah pewayangan, "Kakek saya orang Jawa dari Banyumas, zaman itu belum ada televisi, jadi hiburannya wayang," kata Prabowo mulai bercerita. Dalam sebuah cerita wayang (yang diperagakan wayang orang itu), sang kakek merasa senang dengan sosok tokoh Pandawa dan Kurawa di mana gerakannya seperti orang yang sedang melakukan pencak silat. "Pandawa dan Kurawa, p

30hari30film: Memento (2000)

15 Ramadhan 1434 H


Christopher Nolan adalah sutradara yang sukses membuat tiga film Batman terakhir (Batman Begins, The Dark Knight, dan The Dark Knight Rises) menjadi lebih psikologis ketimbang laga-sentris. Yang demikian ternyata memang merupakan ciri khas Nolan dari sejak sebelum menggarap Batman. Dari sejak tiga film pertamanya yakni Following, Memento, dan Insomnia, Nolan memang akrab dengan gaya psychological thriller yang membuat penonton lebih tertarik pada apa yang ada di dalam alam pikiran para pemain ketimbang apa yang dilakukannya.

Memento (2000) adalah film yang berpusat pada Leonard Shelby (Guy Pearce), seorang pria yang bermasalah dengan memorinya -kerap mengalami kelupaan akan apa-apa yang sudah ia lakukan di hari sebelumnya-. Leonard, dengan keterbatasan ingatannya, berupaya membalas dendam pada orang yang membunuh istrinya. Untuk mengatasi penyakitnya tersebut, Leonard mencatat segala hal yang perlu ia ingat dari mulai dengan foto, nota, hingga tato di tubuhnya. 

Dengan gaya penceritaan yang melompat-lompat, Nolan menciptakan suatu efek psikologis yang serius tentang memory loss. Ia ingin agar tidak hanya Leonard yang mengalami keterbatasan ingatan tersebut, melainkan penonton juga ikut diajaknya. Di film Memento, kita akan menyaksikan betapa cepatnya Nolan mengalihkan satu adegan ke adegan lain di ruang dan waktu yang berbeda. Lompatan demi lompatan ini sama sekali tidak menimbulkan efek gembira. Justru kita diajak menyelami palung kejiwaan yang terdalam dari sang protagonis. Film-film Nolan mungkin tidak akan mudah dipahami kebanyakan orang, tapi -sebagaimana sutradara berkarakter lainnya- jelas ia mempunyai penggemar fanatiknya sendiri.

Rekomendasi: Bintang Tiga

Comments

Popular posts from this blog

Tentang Live Instagram Dua Belas Jam

  Hari Minggu, 24 Juli kemarin, saya live Instagram hampir dua belas jam. Untuk apa? Pertama, mengumpulkan donasi untuk Kelas Isolasi yang kelihatannya tidak bisa lagi menggunakan cara-cara yang biasa-biasa (karena hasilnya selalu kurang memadai). Kedua, iseng saja: ingin tahu, selama ini saya belajar dan mengajar filsafat itu sudah “sampai mana” jika diukur dengan menggunakan jam. Putusan untuk mengudara dua belas jam tersebut tidak melalui persiapan matang, melainkan muncul begitu saja dari dua hari sebelumnya. Oh iya, materi yang saya bawakan adalah berkenaan dengan sejarah filsafat Barat. Keputusan tersebut membuat saya agak menyesal karena mesti menghabiskan hari Jumat dan Sabtu untuk baca-baca secara intens. Seperti yang sudah saya duga, belajar filsafat memang aneh: semakin dibaca, semakin menganga lubang-lubangnya. Awalnya, saya berniat untuk khusus membaca bagian Abad Pertengahan saja karena merasa pengetahuan saya paling lemah di bagian itu. Setelah lumayan membaca tipis-tip

Metafisika

Entah benar atau tidak, tapi boleh kita percaya agar pembahasan ini menjadi menyenangkan: Istilah metafisika terjadi oleh sebab sesuatu yang tidak sengaja. Ketika Aristoteles sedang menyusun buku-bukunya di rak, asistennya meletakkan buku yang berisi tentang segala sesuatu yang di luar kenyataan seperti prinsip pertama dan pengertian tentang ada (being qua being) setelah buku bertitel 'Fisika'. Atas ketidaksengajaan itulah, buku tersebut dinamai 'Metafisika'. 'Metafisika' berarti sesudah 'Fisika', yang memang secara harfiah betul-betul buku yang ditempatkan setelah buku 'Fisika' di rak Aristoteles. Istilah tersebut jadi terus menerus dipakai untuk menyebut segala sesuatu tentang yang di luar atau di belakang dunia fisik. Agak sulit untuk menjelaskan secara presisi tentang apa itu metafisika (tentu saja metafisika dalam arti istilah yang berkembang melampaui rak buku Aristoteles), maka itu alangkah baiknya kita simak beberapa contoh upaya untuk me

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dalam Berbahasa  1