Skip to main content

Pembebasan

Suatu ketika saya menolak Adorno, karena idenya tentang emansipasi lewat musik Schoenberg itu terlalu elitis. Siapa bisa paham Schoenberg, kecuali telinga-telinga yang terlatih dan pikiran-pikiran yang telah dijejali teori musik? Bagaimana mungkin teknik dua belas nada yang tak punya "jalan pulang" tersebut dapat membebaskan kelas pekerja dari alienasi? Namun setelah ngobrol-ngobrol dengan Ucok (Homicide/ Grimloc) awal April kemarin, tiba-tiba saya terpantik hal yang justru berkebalikan. Kata Ucok, memang seni itu mestilah "elitis". Lah, apa maksudnya?  Lama-lama aku paham, dan malah setuju dengan Adorno. Pembebasan bukanlah sebentuk ajakan atau himbauan, dari orang yang "terbebaskan" terhadap orang yang "belum terbebaskan" (itulah yang kupahami sebelumnya). Pembebasan bukanlah sebentuk pesan, seperti misalnya musik balada yang menyerukan ajakan untuk demo, meniupkan kesadaran tentang adanya eksploitasi, atau dorongan untuk mengguncang oligarki.

30hari30film: Stand By Me (1986)

29 Ramadhan 1433 H
 


 

Stand By Me adalah film garapan Rob Reiner yang mengadaptasi novella dari penulis kenamaan Stephen King berjudul The Body. Meski King akrab dengan cerita thriller, namun The Body ini -mirip dengan ceritanya yang diangkat menjadi film terkenal yang diperankan Morgan Freeman, The Shawshank Redemption - bertemakan drama. King mengaku bahwa diantara sekian banyak upaya pengadaptasian novelnya, Stand By Me ini adalah termasuk yang berhasil. Salah satu contoh upaya adaptasi yang dilakukan sutradara sekelas Stanley Kubrick sekalipun, oleh King disebut gagal ketika mengangkat The Shining ke layar lebar.


Stand By Me dianggap sukses oleh sebab akting brilian dari empat orang anak berusia sekitar dua belas tahun. Mereka adalah Wil Wheaton, River Phoenix, Jerry O'Connell, dan Corey Feldman yang bermain sebagai Gordie Lachance, Chris Chambers, Vern Tessio, dan Terry Duchamp. Keempatnya bertualang mencari jenazah dari anak bernama Ray Brower yang hilang dan menjadi pemberitaan luas di kota mereka, Castle Rock. Namun perjalanan mereka tidak nyaman. Selain oleh sebab dilakukan dengan berjalan kaki menyusuri rel kereta api dengan jarak cukup jauh, ada sekelompok remaja yang juga mencari keberadaan mayat Ray juga. Jumlah mereka lebih banyak dan mereka menggunakan mobil. Atas motif apa kedua kelompok ini mencari mayat Ray? Sederhana saja: Ingin dianggap sebagai pahlawan instan di Castle Rock.

Stand By Me kekuatannya sungguh terletak pada akting keempat anak itu yang pasti membuat tercengang-cengang. Ekspresinya begitu kuat dan mampu menonjolkan suatu karakteristik yang khas: Gordie yang pendiam namun menyimpan banyak kekuatan, Chris yang pemberani dan setia kawan, Vern yang lamban dan penakut, serta Terry yang tengil dan selalu mengagumi ayahnya sendiri sebagai pejuang Sekutu dalam pendaratan Normandia kala Perang Dunia kedua. Tidak salah jika para aktor cilik ini kemudian begitu laku bak kacang goreng setelah penampilan brilian mereka di Stand By Me. Meski demikian, tidak serta merta film ini digolongkan sebagai film bagi anak-anak. Stand By Me menyuguhkan cukup banyak percakapan filosofis, seperti antara Gordon dan Chris berikut ini:

Gordie: Do you think I'm weird? 
Chris: Definitely. 
Gordie: No man, seriously. Am I weird? 
Chris: Yeah, but so what? Everybody's weird.

Rekomendasi: Bintang Empat

Comments

  1. Saya juga suka film ini, kebetulan saya ada koleksinya, silahkan kunjungi blog saya :D
    Stand By Me [ 1986 USA BrRip 1080p YIFY Audio English Subtitle English, Indonesia 1240 MB ]

    http://bioskop21free.blogspot.com/2014/10/stand-by-me-1986-usa-brrip-1080p-yify.html

    Koleksi juga: 500 Film Terbaik Sepanjang Masa

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Metafisika

Entah benar atau tidak, tapi boleh kita percaya agar pembahasan ini menjadi menyenangkan: Istilah metafisika terjadi oleh sebab sesuatu yang tidak sengaja. Ketika Aristoteles sedang menyusun buku-bukunya di rak, asistennya meletakkan buku yang berisi tentang segala sesuatu yang di luar kenyataan seperti prinsip pertama dan pengertian tentang ada (being qua being) setelah buku bertitel 'Fisika'. Atas ketidaksengajaan itulah, buku tersebut dinamai 'Metafisika'. 'Metafisika' berarti sesudah 'Fisika', yang memang secara harfiah betul-betul buku yang ditempatkan setelah buku 'Fisika' di rak Aristoteles. Istilah tersebut jadi terus menerus dipakai untuk menyebut segala sesuatu tentang yang di luar atau di belakang dunia fisik. Agak sulit untuk menjelaskan secara presisi tentang apa itu metafisika (tentu saja metafisika dalam arti istilah yang berkembang melampaui rak buku Aristoteles), maka itu alangkah baiknya kita simak beberapa contoh upaya untuk me

Tentang Live Instagram Dua Belas Jam

  Hari Minggu, 24 Juli kemarin, saya live Instagram hampir dua belas jam. Untuk apa? Pertama, mengumpulkan donasi untuk Kelas Isolasi yang kelihatannya tidak bisa lagi menggunakan cara-cara yang biasa-biasa (karena hasilnya selalu kurang memadai). Kedua, iseng saja: ingin tahu, selama ini saya belajar dan mengajar filsafat itu sudah “sampai mana” jika diukur dengan menggunakan jam. Putusan untuk mengudara dua belas jam tersebut tidak melalui persiapan matang, melainkan muncul begitu saja dari dua hari sebelumnya. Oh iya, materi yang saya bawakan adalah berkenaan dengan sejarah filsafat Barat. Keputusan tersebut membuat saya agak menyesal karena mesti menghabiskan hari Jumat dan Sabtu untuk baca-baca secara intens. Seperti yang sudah saya duga, belajar filsafat memang aneh: semakin dibaca, semakin menganga lubang-lubangnya. Awalnya, saya berniat untuk khusus membaca bagian Abad Pertengahan saja karena merasa pengetahuan saya paling lemah di bagian itu. Setelah lumayan membaca tipis-tip

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dalam Berbahasa  1