Skip to main content

Kronologi dan Duduk Perkara Kasus SM

Pada tulisan ini, saya Syarif Maulana, akan menjabarkan kronologi selengkap-lengkapnya tentang segala proses berkaitan dengan kasus dugaan kekerasan seksual yang dituduhkan pada saya tanggal 9 Mei 2024 di media sosial X. Tuduhan tersebut menjadi viral dan menyebabkan saya dipecat dari berbagai institusi, tulisan-tulisan diturunkan dari berbagai media, buku-buku dicabut dari penerbitan, dan dikucilkan dari berbagai komunitas filsafat, termasuk komunitas yang saya bangun sendiri, Kelas Isolasi.  Penulisan kronologi ini dilakukan dalam rangka menjelaskan duduk perkara dan perkembangan kasus ini pada publik berdasarkan catatan dan dokumentasi yang saya kumpulkan.  Tuduhan kekerasan seksual (selanjutnya akan disingkat KS) kepada saya dimulai pada tanggal 9 Mei 2024, dipicu oleh cuitan dari akun @flutuarsujet yang menuliskan “... katanya dia pelaku KS waktu di Tel**m, korbannya ada lima orang …”. Kata “Tel**m” tersebut kemungkinan besar mengacu pada Telkom University, tempat saya bekerja seb

30hari30film: The Hidden Fortress (1958)


22 Ramadhan 1433 H


The Hidden Fortress –atau dalam versi Jepang disebut dengan Kakushi Toride no San Akunin- adalah film yang digarap oleh sutradara legendaris Jepang, Akira Kurosawa. The Hidden Fortress dibuat empat tahun setelah Kurosawa membuat salah satu filmnya yang terkenal, Seven Samurai. Film ini diakui George Lucas sebagai inspirasi terbesarnya dalam melahirkan salah satu film paling epik dalam sejarah Hollywood: Star Wars.

Pembukaan film berdurasi 139 menit ini mengingatkan pada bagian awal Star Wars IV: A New Hope yakni dua robot bernama C-3PO dan R2-D2 yang sedang berbincang sambil berjalan di tengah gurun. Di The Hidden Fortress, yang tengah bercakap-cakap adalah dua petani bernama Tahei (Minoru Chiaki) dan Matasichi (Kamatari Fujiwara). Kedua petani yang sering tidak akur ini, menemukan emas secara tidak sengaja di dekat sungai. Penemuan emas itu diketahui oleh seorang samurai ternama, Rokurota Makabe (Toshiro Mofune) yang juga merupakan pengawal dari Putri Yuki (Misa Uehara) dari keluarga Akizuki.

Emas tersebut sangat penting bagi keluarga Akizuki dan harus diantarkan ke istana mereka segera. Rokurota tidak membiarkan dua petani tersebut pergi, ia mengajak Tahei dan Matasichi agar keduanya tidak membocorkan rahasia penting ini ke orang luar. Petualangan mengantar emas ke istana inilah yang sangat menarik sekaligus mendebarkan. Pergulatan seru antara keberanian Rokurota dengan kebodohan kedua petani yang sering tergoda untuk kabur dan membawa emas.

Film ini menyuguhkan banyak adegan seru yang ditopang sinematografi luar biasa. Contohnya adalah ketika Rokurota mengejar tentara musuh dengan kuda. Untuk ukuran teknologi tahun 1950-an, Kurosawa berhasil menyuguhkan suatu teknik pengambilan gambar sekaligus montage yang dahsyat –membuat penonton merasa berada di atas laju derap kuda yang mengikuti aksi Rokurota-. The Hidden Fortress juga penuh kandungan filosofis, misalnya ketika Putri Yuki menyanyikan kembali lagu yang ia dengarkan pada Festival Api. Lirik lagu tersebut menggetarkan, mengandung pesan kehidupan yang mendalam. Selain itu, music scoring yang digarap oleh Masaru Sato pun begitu berhasil menopang adegan sehingga kokoh dan berkesan. Meski pada mulanya didominasi terlalu banyak dialog, namun film ini bisa dibilang sempurna. Film The Hidden Fortress adalah seperti harta karun keluarga Akizuki: Bernilai tinggi –harus ditemukan dan apresiasi bagi siapapun pecinta film berkualitas-.

Rekomendasi: Bintang Lima

Comments

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dalam Berbahasa  1

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k

Gin

GIN Gingin Gumilang pernah menjadi mahasiswa di kelas waktu saya masih mengajar di Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Saya lupa tahun berapa itu, mungkin sekitar tahun 2010 atau 2011. Gin, begitu dipanggilnya, duduk di pojokan, orangnya pendiam, tetapi saya tahu di kepalanya menyimpan banyak pemikiran. Suatu hari, saya mengumumkan di kelas bahwa akan ada konser gitar klasik di IFI Bandung dan tentu saja, saya hanya berbasa-basi saja, tidak berharap kalau mereka, yang umumnya kost di Jatinangor, akan datang ke Bandung hanya untuk menonton gitar klasik. Ternyata ada satu orang yang datang ke IFI, ya Gin itulah. Sejak itu saya terkesan. Rupanya wawasannya juga luas. Saya ingat ia tiba-tiba membicarakan Freud di kelas, di tengah mahasiswa-mahasiswa yang yah, duduk di sana hanya berharap bisa lulus saja, tanpa peduli ilmu apa yang didapat. Saya kemudian terpikir, rasanya tepat kalau Gin diajak bergaul lebih luas, keluar dari "sangkar" yang membuat