Skip to main content

Pernah

Pada tanggal 12 Agustus 2018, terjadi peristiwa keren pada pertandingan Major League Soccer antara DC United melawan Orlando City. DC United sangat membutuhkan kemenangan pada laga ini. Dalam keadaan seri 2-2 di menit-menit akhir pertandingan, DC United mendapat tendangan penjuru. Peluang ini begitu krusial hingga kiper DC United ikut maju ke kotak penalti untuk mencoba peruntungan. Kiper Orlando City berhasil meninju bola ke tengah lapangan dan diterima oleh pemainnya. Dalam keadaan gawang DC United yang tidak dijaga, pemain yang memegang bola tersebut berada dalam posisi menguntungkan untuk berlari mendekati gawang dan menceploskannya dengan mudah.  Namun apa yang terjadi? Eks pemain legendaris Manchester United, Wayne Rooney, yang bermain untuk DC United, berlari sekuat tenaga sebelum melakukan tekel gemilang dan berhasil merebut bola. Tidak berhenti sampai sana aksi Rooney, ia mengirim bola kembali ke kotak penalti dan berhasil disundul oleh Luciano Acosta. Gol! Hal yang lebih mena

Merenungkan Usia Lewat Sajian Rupa

Menulis tentang pameran bapak, bukanlah suatu hal yang mudah. Memang, saya dituntut untuk menulis secara objektif. Namun apa mau dikata, terhadap anggota keluarga sendiri, tentu ada perasaan-perasaan subjektif yang tidak bisa dihindari. Meski demikian, saya akan tetap mencobanya, dimulai dengan menyebut bapak dengan nama aslinya: Setiawan Sabana. 

Tanggal sepuluh Mei kemarin, Setiawan genap berusia 66 tahun. Jika demikian adanya, maka berpameran di usia tersebut tentu saja tergolong langka - apalagi, pameran tunggal -. Pameran tunggal kali ini digelar di Galeri Tapak, Shah Alam, Malaysia. Pembukaan dilakukan pada tanggal tiga belas Mei dengan sederhana dan tanpa seremoni berlebihan kecuali sekadar makan-makan. Pameran bertajuk Paperium: Tapak Rupa Jejak Usia tersebut memamerkan karya-karya Setiawan yang seperti biasa sudah menjadi cirinya: seni rupa kertas.


Karya-karya Setiawan yang ditampilkan di Galeri Tapak ditampilkan dalam perspektif dua dimensi dan tiga dimensi (instalasi).  Dengan nyaris semua karya diberi judul Space and Me (meski berbeda-beda penomoran), Setiawan menyajikannya dalam berbagai ragam bentuk geometris mulai dari lingkaran, persegi panjang, bujur sangkar, serta bentuk-bentuk lain yang sekilas terlihat suka-suka, namun jika diperhatikan secara seksama, mempunyai pertimbangan ukuran-ukuran yang presisi. Mungkin ini ada hubungannya dengan tema usia yang diusung Setiawan, bahwa semakin senja umur kita, berbagai hal mulai tampak begitu jelas dan tegas. Kejelasan dan ketegasan tersebut bukan berarti dogmatis, melainkan lebih ke arah: tak banyak lagi pertentangan, antara apa yang riil dan apa yang ideal. Segalanya telah bermuara pada suatu kompromi yang damai. Di usianya yang 66, Setiawan mungkin merasakan apa yang dikatakan oleh Konfusius, "Bisa melakukan apa saja tanpa melanggar yang benar." 

Setiawan mengawali karir kesenirupaannya sebagai perupa grafis, sebelum kemudian "beralih" ke seni rupa kertas di lebih dari satu dekade ke belakang. Meski demikian, tidak terlalu tepat jika dikatakan bahwa Setiawan meninggalkan seni grafis. Justru seni rupa kertas adalah semacam renungan mendalam terhadap kertas yang selama ini begitu lekat menjadi bagian dari proses dalam seni grafis. Kertas tidak lagi sekadar perantara, tapi juga "dimuliakan" sebagai objek atau bahkan subjek kekaryaan itu sendiri. Lebih jauh lagi, Setiawan menukik ke sebuah pemikiran yang kontekstual dengan spirit kekinian: Kertas sedang dalam ancaman, oleh sebab manusia yang sedang berambisi membangun paperless society. Dalam spekulasinya yang dipenuhi kegetiran, ia sadar bahwa kertas kelak akan menjadi sejarah peradaban; hanya hidup dalam cerita-cerita nenek moyang; dan mungkin hanya bisa ditemui di museum-museum. Perkara seni rupa kertas dalam kacamata Setiawan, sudah bukan lagi perkara estetik, namun juga sosio-historik.







Comments

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dalam Berbahasa  1

Gin

GIN Gingin Gumilang pernah menjadi mahasiswa di kelas waktu saya masih mengajar di Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Saya lupa tahun berapa itu, mungkin sekitar tahun 2010 atau 2011. Gin, begitu dipanggilnya, duduk di pojokan, orangnya pendiam, tetapi saya tahu di kepalanya menyimpan banyak pemikiran. Suatu hari, saya mengumumkan di kelas bahwa akan ada konser gitar klasik di IFI Bandung dan tentu saja, saya hanya berbasa-basi saja, tidak berharap kalau mereka, yang umumnya kost di Jatinangor, akan datang ke Bandung hanya untuk menonton gitar klasik. Ternyata ada satu orang yang datang ke IFI, ya Gin itulah. Sejak itu saya terkesan. Rupanya wawasannya juga luas. Saya ingat ia tiba-tiba membicarakan Freud di kelas, di tengah mahasiswa-mahasiswa yang yah, duduk di sana hanya berharap bisa lulus saja, tanpa peduli ilmu apa yang didapat. Saya kemudian terpikir, rasanya tepat kalau Gin diajak bergaul lebih luas, keluar dari "sangkar" yang membuat

Puisi Penjudi

  Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak k