Skip to main content

Hati

Membicarakan "hati" memang mudah untuk dituding sebagai romantisme, semacam bahasa batiniah yang dibentuk akibat ketidakmampuan menghadapi sesuatu secara rasional sehingga mengalihkannya pada hal-hal abstrak yang tak bisa diverifikasi dan difalsifikasi. "Hatiku mengatakan ada yang salah dengan semua ini", pernyataan semacam itu dipandang tak punya arti dalam ranah argumentasi, apalagi kala ditanya, "Alasannya kenapa?" Hati seringkali tak punya justifikasi, tak butuh justifikasi.  Saat beberapa waktu lalu berangkat ke Kabupaten P, saya belajar banyak tentang mengasah hati melalui berbagai ritual keagamaan yang sebelumnya tak rutin saya lakukan. Tujuan ritual-ritual semacam itu, salah satunya, adalah merawat hati, membuatnya lebih terdengar, tanpa mesti dibarengi justifikasi. Sang Guru beberapa kali bicara tentang hati beserta penyakit-penyakit yang menyertainya - hal-hal yang sering saya dapati ketika belajar agama di usia SD atau SMP: iri, dengki, sombong,

Kelas Logika: Pernyataan dan Proposisi



Setelah membahas tentang konsep dan definisi – yang merupakan bagian dari kegiatan akal budi tingkat pertama yaitu “pengertian”-, kita sekarang tiba pada pembahasan mengenai topik mengenai pernyataan dan proposisi. Pernyataan dan proposisi merupakan salah satu kegiatan akal budi tingkat kedua yaitu “keputusan” (judgement). lmu logika menggunakan istilah proposisi untuk menunjuk pernyataan yang sifatnya menghubungkan antara dua konsep (term). Proposisi bersifat deklaratif, yang artinya digunakan untuk menunjuk “kebenaran” (tentang kebenaran itu artinya apa, bisa dibahas nanti). Misalnya: Proposisi “Kucing adalah binatang” bersifat deklaratif karena ingin menunjukkan suatu kebenaran tentang kucing. Hal ini berbeda dengan pernyataan-pernyataan non deklaratif, misalnya interogatif (“Kucing itu apa?”), imperatif (“Kucing itu tolong dikasih makan”), eksklamatori (“Kucing punyamu lucu ya!), atau performatori, (“Aku menerima permintaan maafmu, Kucing.”). Proposisi dapat dibagi ke dalam dua bagian, yaitu proposisi tradisional dan proposisi majemuk.

1. Proposisi Tradisional 
Proposisi tradisional adalah proposisi yang hanya memiliki satu subjek dan satu predikat. Untuk memahami proposisi tradisional, maka akan dibahas secara bertahap melalui poin-poin berikut ini:

1.1. Subjek dan Predikat 
Dalam pelajaran Bahasa Indonesia, tentu kita sudah biasa dengan subjek dan predikat. Subjek diartikan sebagai “apa yang sedang kita dibicarakan” (what we are talking about) dan predikat diartikan sebagai “memang kenapa dia?” (what we say about it). Misalnya: “Semua manusia (subjek) akan mati (predikat)”; “Apel (subjek) adalah buah-buahan (predikat)”; “Asep (subjek) adalah pendidik (predikat)”.

1.2. Unsur-unsur dalam Proposisi 
Kalimat “Semua hewan adalah ciptaan Tuhan”, jika dibedah, mengandung beberapa unsur. Unsur-unsur itu adalah sebagai berikut:
a. Kata “semua” adalah quantifier, yang menunjukkan jumlah anggota. Selain “semua”, bisa juga “setiap”, “ada”, “beberapa”, “sejumlah”, dan lain-lain.
b. Kata “hewan” adalah subjek, yang nantinya disebut dengan istilah term subjek.
c. Kata “adalah” adalah kopula, yang menunjukkan hubungan antara term subjek dan term predikat, apakah menegasi atau mengafirmasi. Kata “adalah” menunjukkan afirmasi, yang mana lawannya adalah “adalah bukan”.
d. Kata “ciptaan Tuhan” adalah predikat, yang nantinya disebut dengan istilah term predikat.


1.3. Ragam Proposisi Tradisional 
Proposisi universal adalah proposisi yang mengandung quantifier yang bersifat seluruh untuk term subjek, seperti “Semua politisi…” atau “Setiap orang…”. 
Proposisi partikular adalah proposisi yang mengandung quantifier tidak semua untuk term subjek, seperti “Beberapa mahasiswi...”; “Sejumlah penyanyi…”; atau “Ada hansip…”. 
Proposisi positif adalah proposisi yang mengandung kopula mengiyakan atau mengafirmasi hubungan antara term subjek dan term predikat, seperti “… adalah racun”, atau “adalah ustad”. Proposisi negatif adalah proposisi yang mengandung kopula menolak atau menegasi hubungan antara term subjek dan term predikat, seperti “… adalah bukan besi”, atau “… adalah bukan permainan” 
Namun dalam kenyataannya, tidak ada proposisi yang hanya universal saja atau partikular saja, atau afirmatif saja atau negatif saja. Setiap proposisi selalu merupakan gabungan antara unsur-unsur di atas yang jika dijabarkan adalah sebagai berikut:


Jika melihat lambang nama, huruf A dan I diambil dari huruf hidup yang terdapat dalam Bahasa Latin “Affirmo” yang berarti “saya mengiyakan”, dan huruf-huruf E dan O diambil dari “Nego” yang berarti “saya menyangkal”.
Contoh proposisi A: Semua manusia adalah makhluk hidup; Semua kucing adalah mamalia
Contoh proposisi E: Semua tentara adalah bukan dokter; Tidak ada tanaman yang dapat melakukan pembicaraan.
Contoh proposisi I: Beberapa kucing adalah Persia; Ada pulpen yang berwarna hitam
Contoh proposisi O: Beberapa perempuan adalah bukan penyanyi; sejumlah massa adalah bukan pendukung Ahok.

Penting untuk diketahui: 
a. Dalam proposisi, lebih disarankan jika subjek dan predikat menjadi kata benda (noun) atau kata ganti orang (pronoun) alih-alih kata sifat atau kata kerja. Misalnya, jika ada kalimat “Udin mengajar” lebih baik diganti jadi “Udin adalah pengajar” atau “Burung terbang” menjadi “Burung adalah hewan yang terbang” atau “Burung adalah penerbang”. 
b. Proposisi singular termasuk ke dalam proposisi universal. Misalnya: Amir adalah astronot, Sokrates adalah manusia, termasuk ke dalam proposisi A meski tidak ada quantifier yang menunjukkan tentang jumlah Amir dan Sokrates.

1.4. Hubungan Antar Proposisi
Mari berangkat dari diagram berikut ini:


  • Hubungan kontraris artinya pernyataan “Semua ekonom adalah S.E.” tidak bisa sama-sama benar dengan pernyataan “Semua ekonom adalah bukan S.E.”. Jika “Semua ekonom adalah S.E.” itu benar, maka pernyataan “Semua ekonom adalah bukan S.E.” pasti salah, pun sebaliknya. 
  • Hubungan subalternasi artinya jika pernyataan “Semua ekonom adalah S.E.” itu benar, maka pernyataan “beberapa ekonom adalah S.E.” juga benar. Tapi jika “beberapa ekonom adalah S.E.” adalah benar, belum tentu “Semua ekonom adalah S.E.” juga benar. Hal tersebut juga berlaku untuk hubungan proposisi E dan O. 
  • Hubungan subkontraris artinya jika pernyataan “Beberapa ekonom adalah S.E.” itu benar, maka belum tentu pernyataan “Beberapa ekonom adalah bukan S.E.” itu benar. Tapi jika pernyataan “Beberapa ekonom adalah S.E.” itu salah, maka pernyataan “Beberapa ekonom adalah bukan S.E.” itu pasti benar. 
  • Hubungan kontradiksi artinya jika pernyataan “Semua ekonom adalah S.E.” itu benar, maka pernyataan “Beberapa ekonom adalah bukan S.E.” pasti salah. Sebaliknya, jika pernyataan “Semua ekonom adalah S.E.” itu salah, maka pernyataan “Beberapa ekonom adalah bukan S.E.” pasti bener. Hal tersebut juga berlaku untuk hubungan antara proposisi E dan I.

2. Proposisi Majemuk 
Proposisi majemuk atau compound proposition adalah proposisi yang tersusun atas dua atau lebih proposisi tradisional. Bentuk-bentuk proposisi majemuk adalah sebagai berikut:

2.1. Hipotetikal 
Proposisi hipotetikal adalah proposisi majemuk yang salah satu proposisinya (konsekuen) adalah akibat dari proposisi sebelumnya (anteseden). Biasanya dirumuskan dalam bentuk logikal: “Jika…, maka…” Misalnya: “Jika saya masuk kelas logika hari ini, maka saya tidak akan paham.” Proposisi antesedennya adalah “Jika saya masuk kelas logika hari ini,” sedangkan proposisi konsekuennya adalah “maka saya tidak akan paham.” 

2.2. Disjungtif 
Proposisi disjungtif adalah proposisi majemuk yang terdiri atas dua proposisi, dan salah satu dari proposisinya adalah benar, tanpa menutup kemungkinan keduanya benar. Bentuk logikalnya adalah: “Atau …, atau …” Misalnya: “Atau dia ini orang jahat atau orang baik.” Jika ingin memastikan bahwa hanya salah satu saja yang benar, maka digunakan kalimat “tapi tidak bisa keduanya”. Misalnya, “Atau dia ini orang jahat atau orang baik. Tapi tidak bisa keduanya.” Kalimat tersebut disebut dengan disjungtif kuat atau strong disjunction

2.3. Konjungtif 
Proposisi konjungtif adalah proposisi majemuk yang mengandung proposisi yang sama derajatnya. Masing-masing dapat dikemukakan secara mandiri tanpa berubah maksudnya. Bentuk logikal dari proposisi konjungtif adalah menggunakan kata “dan” sebagai penghubung. Misalnya: “Kelas logika ini ramai dan lancar.” Bisa berdiri sendiri jika kalimat tersebut dibagi dua menjadi “Kelas logika ini ramai.” dan “Kelas logika ini lancar.”

Daftar Pustaka 

  • Introduction to Compound Propositions. http://proofsfromthebook.com/2016/09/11/compound-propositions/ 
  • Kreeft, Peter. 2010. Socratic Logic. St. Augustine’s Press 
  • Sidharta, Arief. 2008. Pengantar Logika: Sebuah Langkah Pertama Pengenalan Medan Telaah. Bandung: Refika Aditama.  
  • Square of Opposition. http://www.iep.utm.edu/sqr-opp/

Comments

Popular posts from this blog

Kelas Logika: Kerancuan Berpikir (Informal)

 Dalam keseharian kita, sering didapati sejumlah pernyataan yang seolah-olah benar, padahal rancu dan sesat. Kerancuan dan kesesatan tersebut disebabkan oleh macam-macam faktor, misalnya: penarikan kesimpulan yang terburu-buru, penggunaan kata yang bermakna ganda, penekanan kalimat yang tidak pada tempatnya, pengaruh orang banyak yang menyepakati sebuah pernyataan sebagai benar, dan lain sebagainya.    Dalam ranah ilmu logika, kerancuan dan kesesatan diistilahkan dengan fallacy (jamak: fallacies ). Fallacy ini amat banyak ragamnya, dan di tulisan ini akan disebutkan fallacy yang sifatnya informal. Formal fallacies adalah kerancuan yang dihasilkan dari kesalahan dalam aturan silogisme, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sedangkan informal fallacies (atau disebut juga material fallacies ) adalah kerancuan yang dihasilkan dari kekeliruan memahami konsep-konsep yang lebih mendasar seperti terma, definisi, dan pembentukan premis itu sendiri.  1. Kerancuan dalam Berbahasa  1

Gin

GIN Gingin Gumilang pernah menjadi mahasiswa di kelas waktu saya masih mengajar di Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Saya lupa tahun berapa itu, mungkin sekitar tahun 2010 atau 2011. Gin, begitu dipanggilnya, duduk di pojokan, orangnya pendiam, tetapi saya tahu di kepalanya menyimpan banyak pemikiran. Suatu hari, saya mengumumkan di kelas bahwa akan ada konser gitar klasik di IFI Bandung dan tentu saja, saya hanya berbasa-basi saja, tidak berharap kalau mereka, yang umumnya kost di Jatinangor, akan datang ke Bandung hanya untuk menonton gitar klasik. Ternyata ada satu orang yang datang ke IFI, ya Gin itulah. Sejak itu saya terkesan. Rupanya wawasannya juga luas. Saya ingat ia tiba-tiba membicarakan Freud di kelas, di tengah mahasiswa-mahasiswa yang yah, duduk di sana hanya berharap bisa lulus saja, tanpa peduli ilmu apa yang didapat. Saya kemudian terpikir, rasanya tepat kalau Gin diajak bergaul lebih luas, keluar dari "sangkar" yang membuat

Metafisika

Entah benar atau tidak, tapi boleh kita percaya agar pembahasan ini menjadi menyenangkan: Istilah metafisika terjadi oleh sebab sesuatu yang tidak sengaja. Ketika Aristoteles sedang menyusun buku-bukunya di rak, asistennya meletakkan buku yang berisi tentang segala sesuatu yang di luar kenyataan seperti prinsip pertama dan pengertian tentang ada (being qua being) setelah buku bertitel 'Fisika'. Atas ketidaksengajaan itulah, buku tersebut dinamai 'Metafisika'. 'Metafisika' berarti sesudah 'Fisika', yang memang secara harfiah betul-betul buku yang ditempatkan setelah buku 'Fisika' di rak Aristoteles. Istilah tersebut jadi terus menerus dipakai untuk menyebut segala sesuatu tentang yang di luar atau di belakang dunia fisik. Agak sulit untuk menjelaskan secara presisi tentang apa itu metafisika (tentu saja metafisika dalam arti istilah yang berkembang melampaui rak buku Aristoteles), maka itu alangkah baiknya kita simak beberapa contoh upaya untuk me